23 Agustus 2009

Karena dia manusia biasa

Setiap kali ada teman yang mau menikah, saya selalu mengajukan
pertanyaan yang sama. Kenapa kamu memilih dia sebagai suamimu/istrimu?
Jawabannya sangat beragam. Dari mulai jawaban karena Allah hingga
jawaban duniawi, cakep atau tajir :D manusiawi lah :P). Tapi ada satu
jawaban yang sangat terkesan di hati saya. Hingga detik ini saya masih
ingat setiap detail percakapannya. Jawaban salah seorang teman yang baru
saja menikah. Proses menuju pernikahannya sungguh ajaib. Mereka hanya
berkenalan 2 bulan. Lalu memutuskan menikah. Persiapan pernikahan hanya
dilakukan dalam waktu sebulan saja. Satu hal yang pasti, dia tipe wanita yang
sangat berhati-hati dalam memilih suami. Trauma dikhianati lelaki
membuat dirinya sulit untuk membuka diri. Ketika dia memberitahu akan
menikah, saya tidak menanggapi dengan serius. Mereka berdua baru kenal
sebulan. Tapi saya berdoa, semoga ucapannya menjadi kenyataan. Saya tidak
ingin melihatnya menangis lagi.

Sebulan kemudian dia menemui saya. Dia menyebutkan tanggal
pernikahannya. Serta memohon saya untuk cuti, agar bisa menemaninya
selama proses pernikahan. Begitu banyak pertanyaan dikepala saya. Asli.
Saya pengin tau, Kenapa dia begitu mudahnya menerima lelaki itu. Ada
apakan gerangan? tentu suatu hal yang istimewa. Hingga dia bisa
memutuskan menikah secepat ini. Tapi sayang, saya sedang sibuk sekali
waktu itu (sok sibuk sih aslinya). Saya tidak bisa membantunya
mempersiapkan pernikahan. Beberapa kali dia telfon saya untuk meminta
pendapat tentang beberapa hal. Beberapa kali saya telfon dia untuk
menanyakan perkembangan persiapan pernikahannya. That's all. Kita
tenggelam dalam kesibukan masing-masing.
Saya menggambil cuti sejak H-2 pernikahannya. Selama cuti itu saya
memutuskan untuk menginap dirumahnya. Jam 11 malam, H-1 kita baru bisa
ngobrol -hanya- berdua. Hiruk pikuk persiapan akad nikah besok pagi,
sungguh membelenggu kita. Padahal rencananya kita ingin ngobrol tentang
banyak hal. Akhirnya, bisa juga kita ngobrol berdua. Ada banyak hal yang
ingin saya tanyakan. dia juga ingin bercerita banyak pada saya.Beberapa
kali Mamanya mengetok pintu, meminta kita tidur.
"Aku gak bisa tidur." dia memandang saya dengan wajah memelas. Saya
paham kondisinya saat ini.
"Lampunya dimatiin aja, biar dikira kita dah tidur."

"Iya.. ya." Dia mematikan lampu neon kamar dan menggantinya dengan lampu
kamar yang temaram. kita melanjutkan ngobrol sambil berbisik-bisik. Suatu
hal yang sudah lama sekali tidak kita lakukan. Kita berbicara banyak
hal, tentang masa lalu dan impian-impian kita. Wajah sumringahnya
terlihat jelas dalam keremangan kamar. Memunculkan aura cinta yang
menerangi kamar saat itu. Hingga akhirnya terlontar juga sebuah
pertanyaan yang selama ini saya pendam.
"Kenapa kamu memilih dia?" Dia tersenyum simpul lalu bangkit dari
tidurnya sambil meraih HP dibawah bantalku. Berlahan dia membuka laci
meja riasnya. Dengan bantuan nyala LCD HP dia mengais lembaran kertas
didalamnya. Perlahan mia menutup laci kembali lalu menyerahkan selembar
amplop pada saya. saya menerima HP dari tangannya. Amplop putih panjang
dengan kop surat perusahaan tempat calon suaminya bekerja. Apaan sih.
Saya memandangnya tak mengerti. Eeh, dianya malah ngikik geli.
"Buka aja." Sebuah kertas saya tarik keluar. Kertas polos ukuran A4,
saya menebak warnanya pasti putih hehehe. Saya membaca satu kalimat
diatas dideretan paling atas.
"Busyet dah nih orang." Saya menggeleng-gelengkan kepala sambil menahan
senyum. Sementara dia cuma ngikik melihat ekspresi saya. Saya memulai
membacanya.
Dan sampai saat inipun saya masih hapal dengan kata-katanya. Begini isi
surat itu;

Kepada YTH
Calon istri saya, calon ibu anak-anak saya, calon anak Ibu saya dan
calon kakak buat adik-adik saya.
Di tempat

Assalamu'alaikum...
Mohon maaf kalau anda tidak berkenan. Tapi saya mohon bacalah surat ini
hingga akhir. Baru kemudian silahkan dibuang atau dibakar, tapi saya
mohon, bacalah dulu sampai selesai. Saya, yang bernama ......
menginginkan anda ..... untuk menjadi istri saya. Saya bukan
siapa-siapa. Saya hanya manusia biasa. Saat ini saya punya pekerjaan.
Tapi saya tidak tahu apakah nanti saya akan tetap punya pekerjaan. Tapi
yang pasti saya akan berusaha punya penghasilan untuk mencukupi
kebutuhan istri dan anak-anakku kelak. Saya memang masih kontrak rumah.
Dan saya tidak tahu apakah nanti akan ngontrak selamannya. Yang pasti,
saya akan selalu berusaha agar istri dan anak-anak saya tidak kepanasan
dan tidak kehujanan. saya hanyalah manusia biasa, yang punya banyak
kelemahan dan beberapa kelebihan. Saya menginginkan anda untuk
mendampingi saya. untuk menutupi kelemahan saya dan mengendalikan
kelebihan saya. Saya hanya manusia biasa. Cinta saya juga biasa saja.
Oleh karena itu. Saya menginginkan anda mau membantu saya memupuk dan
merawat cinta ini, agar menjadi luar biasa. Saya tidak tahu apakah kita
nanti dapat bersama-sama sampai mati. Karena saya tidak tahu suratan
jodoh saya. Yang pasti saya akan berusaha sekuat tenaga menjadi suami
dan ayah yang baik. kenapa saya memilih anda? Sampai saat ini saya tidak
tahu kenapa saya memilih anda. Saya sudah sholat istiqaroh berkali-kali,
dan saya semakin mantap memilih anda.Yang saya tahu, Saya memilih anda
karena Allah. Dan yang pasti, saya menikah untuk menyempurnakan agama
saya, juga sunnah Rasulullah. Saya tidak berani menjanjikan apa-apa,
saya hanya berusaha sekuat mungkin menjadi lebih baik dari saat ini.
Saya mohon sholat istiqaroh dulu sebelum memberi jawaban pada saya. Saya
kasih waktu minimal 1 minggu, maksimal 1 bulan. Semoga Allah ridho
dengan jalan yang kita tempuh ini. Amin

Wassalamu'alaikum


Saya memandang surat itu lama. Berkali-kali saya membacanya. Baru kali
ini saya membaca surat 'lamaran' yang begitu indah. Sederhana, jujur dan
realistis.
Tanpa janji-janji gombal dan kata yang berbunga-bunga. surat cinta
minimalis, saya menyebutnya :D. Saya menatap sahabat disamping saya. Dia
menatap saya dengan senyum tertahan.
"Kenapa kamu memilih dia."
"Karena dia manusia biasa." Dia menjawab mantap. "Dia sadar bahwa dia
manusia biasa. Dia masih punya Allah yang mengatur hidupnya. Yang aku
tahu dia akan selalu berusaha tapi dia tidak menjanjikan apa-apa.
Soalnya dia tidak tahu, apa yang akan terjadi pada kita dikemudian hari.
Entah kenapa, Itu justru memberikan kenyamanan tersendiri buat aku."
"Maksudnya?"
"Dunia ini fana. Apa yang kita punya hari ini belum tentu besok masih
ada. Iya kan ? Paling tidak. Aku tau bahwa dia gak bakal frustasi kalau
suatu saat nanti kita jadi gembel. Hahaha."
"Ssttt." Saya membekap mulutnya. Kuatir ada yang tau kalau kita belum
tidur. Terdiam kita memasang telinga. Sunyi. Suara jengkering terdengar
nyaring diluar tembok. Kita saling berpandangan lalu cekikikan sambil
menutup mulut masing-masing. "Udah tidur. Besok kamu kucel, ntar aku yang
dimarahin Mama." Kita kembali
rebahan. Tapi mata ini tidak bisa terpejam. Percakapan kita tadi masih
terngiang terus ditelinga saya.
"Gik..."
"Tidur. Dah malam." saya menjawab tanpa menoleh padanya. Saya ingin dia
tidur, agar dia terlihat cantik besok pagi. Kantuk saya hilang sudah,
kayaknya gak bakalan tidur semaleman nih.
Satu lagi pelajaran pernikahan saya peroleh hari itu. Ketika manusia
sadar dengan kemanusiannya. Sadar bahwa ada hal lain yang mengatur
segala kehidupannya.

Begitupun dengan sebuah pernikahan. Suratan jodoh sudah tergores sejak
ruh ditiupkan dalam rahim. Tidak ada seorang pun yang tahu bagaimana dan
berapa lama pernikahnnya kelak. Lalu menjadikan proses menuju pernikahan
bukanlah sebagai beban tapi sebuah 'proses usaha'. Betapa indah bila
proses menuju pernikahan mengabaikan harta, tahta dan 'nama'.
Embel-embel predikat iri yang selama ini melekat ditanggalkan. Ketika
segala yang 'melekat' ada diri bukanlah dijadikan pertimbangan yang
utama. Pernikahan hanya dilandasi karena Allah semata. Diniatkan untuk
ibadah.
Menyerahkan secara total pada Allah yang membuat skenarionya. Maka semua
menjadi indah. Hanya Allah yang mampu menggerakkan hati setiap umat-NYA.

Hanya Allah yang mampu memudahkan segala urusan. Hanya Allah yang mampu
menyegerakan sebuah pernikahan. Kita hanya bisa memohon keridhoan Allah.

Meminta-NYA mengucurkan barokah dalam sebuah pernikahan. Hanya Allah jua
yang akan menjaga ketenangan dan kemantapan untuk menikah. Lalu,
bagaimana dengan cinta? Ibu saya pernah bilang, Cinta itu proses. Proses
dari ada, menjadi hadir, lalu tumbuh, kemudian merawatnya. Agar cinta
itu bisa bersemi dengan indah menaungi dua insan dalam pernikahan yang
suci. Witing tresno jalaran garwo(sigaraning nyowo), kalau diterjemahkan
secara bebas. Cinta tumbuh karena suami/istri (belahan jiwa).
Cinta paling halal dan suci. Cinta dua manusia biasa, yang berusaha
menggabungkannya agar menjadi cinta yang luar biasa. Amin.

**Dikutip dari milis sebelah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar