02 Oktober 2009

UMMU IBRAHIM AL-BASHARIYYAH, SEORANG WANITA AHLI IBADAH

Oleh
Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq



Ummu Ibrahim al-Bashariyyah, seorang wanita ahli ibadah. Dikisahkan bahwa di Bashrah terdapat para wanita ahli ibadah, di antaranya adalah Ummu Ibrahim al-Hasyimiyah. Ketika musuh menyusup ke kantong-kantong perbatasan wilayah Islam, maka orang-orang tergerak untuk berjihad di jalan Allah. Kemudian ‘Abdul Wahid bin Zaid al-Bashri berdiri di tengah orang-orang sambil berkhutbah untuk menganjurkan mereka berjihad. Ummu Ibrahim ini menghadiri majelisnya. ‘Abdul Wahid meneruskan pembicaraannya, kemudian menerangkan tentang bidadari. Dia menyebutkan pernyataan tentang bidadari, dan bersenandung untuk menyifatkan bidadari.

Gadis yang berjalan tenang dan berwibawa
Orang yang menyifatkan memperoleh apa yang diungkapkannya

Dia diciptakan dari segala sesuatu yang baik nan harum
Segala sifat jahat telah dienyahkan

Allah menghiasinya dengan wajah
yang berhimpun padanya sifat-sifat kecantikan yang luar biasa

Matanya bercelak demikian menggoda
Pipinya mencipratkan aroma kesturi

Lemah gemulai berjalan di atas jalannya
Seindah-indah yang dimiliki dan kegembiraan yang berbinar-binar

Apakah kau melihat peminangnya mendengarkannya
Ketika mengelilingkan piala dan bejana

Di taman yang elok yang kita dengar suaranya
Setiap kali angin menerpa taman itu, bau harumnya menyebar

Dia memanggilnya dengan cinta yang jujur
Hatinya terisi dengannya hingga melimpah

Wahai kekasih, aku tidak menginginkan selainnya
Dengan cincin tunangan sebagai pembukanya

Janganlah kau seperti orang yang bersungguh-sungguh ke puncak hajatnya
Kemudian setelah itu ia meninggalkannya

Tidak, orang yang lalai tidak akan bisa meminang wanita sepertiku
Yang meminang wanita sepertiku hanyalah orang yang merengek-rengek

Maka sebagian orang bergerak pada sebagian lainnya, dan majelis itu pun bergerak. Lalu Ummu Ibrahim menyeruak dari tengah orang-orang seraya berkata kepada 'Abdul Wahid, “Wahai Abu 'Ubaid, bukankah engkau tahu anakku, Ibrahim. Para pemuka Bashrah meminangnya untuk puteri-puteri mereka, tetapi aku memukulnya di hadapan mereka. Demi Allah, gadis (bidadari) ini mencengangkanku dan aku meridhainya menjadi pengantin untuk puteraku. Ulangi lagi apa yang engkau sebutkan tentang kecantikannya.” Mendengar hal itu ‘Abdul Wahid kembali menyifatkan bidadari, kemudian bersenandung:

Cahayanya mengeluarkan cahaya dari cahaya wajahnya
Senda guraunya seharum parfum dari parfum murni

Jika menginjakkan sandalnya di atas pasir gersang
niscaya seluruh penjuru menjadi menghijau dengan tanpa hujan

Jika engkau suka, tali yang mengikat pinggangnya
seperti ranting pohon Raihan yang berdaun hijau

Seandainya meludahkan air liurnya di lautan
niscaya penduduk merasakan segarnya meminum air lautan

Pandangan mata yang menipu nyaris melukai pipinya
Dengan luka keraguan hati dari luar kelopak mata

Orang-orang pun menjadi semakin gaduh, lalu Ummu Ibrahim maju seraya berkata kepada ‘Abdul Wahid, “Wahai Abu ‘Ubaid, demi Allah, gadis ini mencengangkanku dan aku meridhainya sebagai pengantin bagi puteraku. Apakah engkau sudi menikahkannya dengan gadis tersebut saat ini juga, dan engkau ambil maharnya dariku sebanyak 10.000 dinar, serta dia keluar bersamamu dalam peperangan ini; mudah-mudahan Allah mengarunikan syahadah (mati sebagai syahid) kepadanya, sehingga dia akan memberi syafa’at untukku dan untuk ayahnya pada hari Kiamat.” ‘Abdul Wahid berkata kepadanya, “Jika engkau melakukannya, niscaya engkau dan anakmu akan mendapatkan keberuntungan yang besar.” Kemudian ia memanggil puteranya, “Wahai Ibrahim!” Dia bergegas maju dari tengah orang-orang seraya mengatakan, “Aku penuhi panggilanmu, wahai ibu.” Ia mengatakan, “Wahai puteraku! Apakah engkau ridha dengan gadis (bidadari) ini sebagai isteri, dengan syarat engkau mengorbankan dirimu di jalan Allah dan tidak kembali dalam dosa-dosa?” Pemuda ini menjawab, “Ya, demi Allah wahai ibu, aku sangat ridha.” Sang ibu mengatakan, “Ya Allah, aku menjadikan-Mu sebagai saksi bahwa aku telah menikahkan anakku ini dengan gadis ini dengan pengorbanannya di jalan-Mu dan tidak kembali dalam dosa. Maka, terimalah dia dariku, wahai sebaik-baik Penyayang.” Kemudian ia pergi, lalu datang kembali dengan membawa 10.000 dinar seraya mengatakan, “Wahai Abu 'Ubaid, ini adalah mahar gadis itu. Bersiaplah dengan mahar ini.” Abu ‘Ubaid pun menyiapkan para pejuang di jalan Allah. Sedangkan sang ibu pergi untuk membelikan kuda yang baik untuk puteranya dan menyiapkan senjata untuknya. Ketika ‘Abdul Wahid keluar, Ibrahim pun berangkat, sedangkan para pembaca al-Qur-an di sekitarnya membaca:

"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan Surga untuk mereka …"[At-Taubah: 111]

Ketika sang ibu hendak berpisah dengan puteranya, maka ia menyerahkan kain kafan dan wangi-wangian kepadanya seraya mengatakan kepadanya, “Wahai anakku, jika engkau hendak bertemu musuh, maka pakailah kain kafan ini dan gunakan wangi-wangian ini. Janganlah Allah melihatmu dalam keadaan lemah di jalan-Nya.” Kemudian ia memeluk puteranya dan mencium keningnya seraya mengatakan, “Wahai anakku, Allah tidak mengumpulkan antara aku denganmu kecuali di hadapan-Nya pada hari Kiamat.”

'Abdul Wahid berkata: “Ketika kami sampai di negeri musuh, terompet pun ditiup, dan orang-orang mulai berperang, maka Ibrahim berperang di barisan terdepan. Ia membunuh musuh dalam jumlah besar, kemudian mereka mengepungnya, lalu ia terbunuh.”

‘Abdul Wahid berkata: “Ketika kami hendak kembali ke Bashrah, aku berkata kepada Sahabat-Sahabatku, ‘Jangan menceritakan kepada Ummu Ibrahim tentang berita yang menimpa puteranya sampai aku mengabarkan kepadanya dengan sebaik-baik hiburan, agar ia tidak bersedih sehingga pahalanya hilang.’ Ketika kami sampai di Bashrah, orang-orang keluar untuk menyambut kami, dan Ummu Ibrahim keluar di tengah-tengah mereka.”

‘Abdul Wahid berkata: “Ketika dia memandangku, ia bertanya, ‘Wahai Abu ‘Ubaid, apakah hadiah dariku diterima sehingga aku diberi ucapan selamat, atau ditolak sehingga aku harus diberi belasungkawa?’ Aku menjawab, ‘Hadiahmu telah diterima. Sesungguhnya Ibrahim hidup bersama orang-orang yang hidup dalam keadaan diberi rizki (insya Allah).’ Maka ia pun tersungkur dalam keadaan bersujud kepada Allah karena bersyukur, dan mengatakan, ‘Segala puji bagi Allah yang tidak mengecewakan dugaanku dan menerima ibadah dariku.’ Kemudian ia pergi. Keesokan harinya, ia datang ke masjid ‘Abdul Wahid lalu berseru, ‘Assalaamu ‘alaikum wahai Abu ‘Ubaid, ada kabar gembira untukmu.’ Dia mengatakan, ‘Engkau senantiasa memberi kabar gembira.’ Ia mengatakan ke-padanya, ‘Tadi malam aku bermimpi melihat puteraku, Ibrahim, di sebuah taman yang indah. Di atasnya terdapat kubah hijau, dia berada di atas ranjang yang terbuat dari mutiara, dan kepalanya memakai mahkota. Dia berucap, ‘Wahai ibu, bergembiralah. Sebab, maharnya telah diterima dan aku bersanding dengan pengantin wanita.’” [1]

Mereka itulah para ibu kita terdahulu, bintang-bintang malam di langit kebesaran dan cahaya yang indah di kening tekad yang menggebu. Itulah sedikit dari pembicaraan tentang jihad mereka yang tidak membiarkan seseorang mengatakan “konon”, tidak memberikan kesempatan kepada orang yang sombong yang menjadi saksi salah satu rahasia kekuatan terbesar, yang menyebabkan bangsa Arab yang “ummi” menjadi sebaik-baik umat yang dilahirkan untuk manusia. Itulah jiwa yang diberi celupan oleh Allah dengan rahmat-Nya, menyiraminya dari hikmah-Nya, menciptakannya untuk mendidik prajurit-Nya, serta menyiapkannya untuk menyucikan (makhluk) ciptaan-Nya.

Kesejahteraan atas para manusia
Karena terbebas dari segala aib dan dosa. [2]

Ini adalah kisah-kisah yang berisikan ibrah (pelajaran berharga), penulis kemukakan di sini agar para wanita kita membacanya dan belajar dari generasi pertama; bagaimana mereka menjadi isteri, dan bagaimana mereka bersabar terhadap ketentuan Allah dan tidak bersedih.

Juga agar mereka dapat belajar dari biografi mereka dalam berjihad; betapa banyak mereka mengaitkan hati mereka kepada Allah, tidak kepada dunia berikut perhiasannya yang hina. Demikian pula agar mereka melihat bagaimana wanita membantu suami dan anaknya untuk mentaati Allah Subhanahu wa Ta’ala. Adakah jalan untuk kembali, dan adakah (kesempatan) kembali kepada agama kita?

[Disalin dari kitab Isyratun Nisaa Minal Alif Ilal Yaa, Edisi Indonesia Panduan Lengkap Nikah Dari A Sampai Z, Penulis Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq, Penterjemah Ahmad Saikhu, Penerbit Pustaka Ibnu Katsair]
__________
Foote Note
[1]. Audatul Hijaab (II/211), dan penulis menisbatkannya kepada ringkasan kitab Fakaahatul Azwaaq min Masyaari’il Asywaaq ilaa Mashaari’il ‘Isyaaq... (hal. 26-29).
[2]. Audatul Hijaab (II/561).

sumber: www.almanhaj.or.id

UMMU 'UQAIL SEORANG WANITA YANG MENGAJARKAN KAUM PRIA UNTUK BERSABAR

Oleh
Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq



Inilah seorang wanita yang mengajarkan kepada kaum pria untuk bersabar, terutama terhadap kaum wanita, dan mengajarkan kepada mereka supaya ridha dengan ketentuan Allah. Kita memohon kepada Allah, semoga para wanita kita belajar bersabar ketika mengalami musibah yang menyedihkan, agar melahirkan untuk kita tokoh-tokoh seperti Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, Malik, Ahmad dan asy-Syafi’i.

Abul Faraj Ibnu al-Jauzi mengatakan bahwa al-Ashma’i berkata, “Aku dan kawanku keluar menuju dusun, lalu kami tersesat jalan. Tiba-tiba kami menjumpai gubuk di kanan jalan, lalu kami menuju ke sana dan mengucapkan salam. Ternyata seorang wanita menjawab salam kami seraya bertanya, ‘Siapa kalian?’ Kami menjawab, ‘Kaum yang tersesat jalan. Kami datang kepada kalian untuk mengunjungi kalian.’ Ia mengatakan, ‘Wahai kaum, palingkan wajah kalian dariku hingga aku menyelesaikan apa yang menjadi hak kalian.’ Kami pun melakukannya, lalu ia melemparkan kepada kami alas tidur seraya mengatakan, ‘Duduklah di situ hingga puteraku datang.’ Kemudian dia melihat-lihat kedatangan puteranya hingga dia bisa melihatnya seraya mengatakan, ‘Aku memohon kepada Allah keberkahan orang yang datang. Unta itu adalah unta puteraku, sedangkan yang menungganginya bukan puteraku.’ Ketika penunggang unta itu telah berdiri di hadapannya, ia mengatakan, ‘Wahai Ummu ‘Uqail, semoga Allah membesarkan pahalamu karena ‘Uqail.’ Dia bertanya, ‘Apakah puteraku wafat?’ Ia menjawab, ‘Ya.’ Dia bertanya, ‘Apa penyebab kematiannya?’ Ia menjawab, ‘Unta berdesak-desakan padanya lalu ia terlempar ke sumur.’ Dia mengatakan, ‘Turunlah, lalu penuhi hak bertamu kaum ini.’ Dia menyerahkan seekor domba kepadanya, lalu ia menyembelih dan mengolahnya serta menghidangkan makanan kepada kami. Kemudian kami makan dan kami kagum dengan kesabarannya. Ketika kami selesai, dia keluar kepada kami dalam keaadan tertutup hijab seraya mengatakan, ‘Wahai kaum, apakah di antara kalian ada yang dapat membaca al-Qur-an dengan baik?’ Aku menjawab, ‘Ya.’ Ia mengatakan, ‘Bacakan kepadaku dari Kitabullah ayat-ayat yang aku menjadi terhibur dengannya.’ Aku mengatakan, ‘Allah Azza wa Jalla berfirman:

".. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: ‘Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun.’ Mereka itulah yang mendapatkan keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Rabb-nya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” [Al-Baqarah: 155-157]

Ia bertanya, ‘Apakah ayat-ayat ini dalam Kitabullah demikian?’ Aku menjawab, ‘Ayat-ayat ini dalam Kitabullah demikian.’ Dia mengatakan, ‘Assalaamu ‘alaikum. Kemudian dia meluruskan kedua telapak kakinya dan shalat dua rakaat, kemudian mengucapkan, ‘Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun. Di sisi Allah mendapatkan ‘Uqail.’ Ia mengatakan demikian tiga kali. Ya Allah, aku melakukan apa yang Engkau perintahkan kepadaku, maka berikan kepadaku apa yang Engkau janjikan kepadaku.’” [1]

UMMU UMARAH SEORANG SHAHABIYAH MUJAHIDAH
Inilah Ummu ‘Umarah, seorang mujahidah yang membela Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan hidupnya. Membelanya karena agama, membelanya dan cemas terhadapnya adalah lebih penting baginya daripada dirinya sendiri. Di manakah kaum wanita sekarang jika di bandingkan dengan wanita-wanita yang membeli akhirat dengan dunia? Kemauan wanita pada zaman sekarang ini adalah membeli segala keinginan dan menikmati kehidupan dunia berikut berbagai kelezatannya. Sementara dia tidak menghiraukan perkara agama, bahkan di dalam rumahnya, bersama anak-anaknya. Ya Allah, selamatkanlah… selamatkanlah.

Inilah Ummu ‘Umarah Nasibah binti Ka’ab bin ‘Auf, seorang Shahabiyah mujahidah. Ia keluar di tengah pasukan kaum muslimin dalam perang Uhud dan mendapatkan ujian yang baik. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda tentangnya: “Sungguh kedudukan Nasibah binti Ka’ab pada hari ini lebih baik dibanding kedudukan fulan dan fulan.” [2]

Ia sebagai bintang perang umat Islam. Kemudian ia memalingkan wajahnya dari mereka, ternyata pedang-padang kaum musyrikin menimpa mereka, memenggal leher-leher mereka dan menikam punggung-punggung mereka. Maka mereka bercerai berai dan mundur ke belakang. Dia pun pergi ke hadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia mencabut panah dan memukul dengan pedang. Sedangkan di sekitarnya ada para tokoh seperti ‘Ali, Abu Bakar, ‘Umar, Sa’ad, Thalhah, az-Zubair, al-'Abbas, kedua puteranya dan suaminya. Ia tidak ingin bahaya mendekati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga ia menjadi bentengnya. Sampai-sampai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Tidaklah aku melihat ke kanan dan ke kiri melainkan aku melihatnya berperang untuk membelaku.” [3]

Dari 'Umarah bin Ghazyah, ia mengatakan: “Ummu 'Umarah menuturkan, ‘Aku melihat orang-orang pergi dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak tersisa kecuali sekelompok orang yang kurang dari sepuluh orang. Aku, anakku dan suamiku berada di depan Rasulullah untuk melindungi beliau. Sementara orang-orang melewati beliau untuk melarikan diri, dan beliau melihatku tidak memakai perisai. Ketika beliau melihat orang yang melarikan diri sambil membawa perisai, maka beliau mengatakan, ‘Lemparkan perisaimu untuk dipakai orang yang berperang.’ Ia melemparkannya, lalu aku mengambilnya. Perisai tersebut aku pakai untuk melindungi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Luka yang aku dapatkan hanyalah dari orang-orang berkuda. Seandainya mereka berjalan (tanpa tunggangan) seperti kami, niscaya kami dapat melukai mereka. Insya Allah.

Ketika seseorang berkuda datang lalu menebasku, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berteriak, ‘Wahai putera Ummu 'Umarah! Ibumu! Ibumu!’ Lalu puteraku membantuku menghadapi pria tersebut sehingga aku berhasil membunuhnya.’” [4] Pada hari itu Ummu 'Umarah Radhiyallahu 'anha terluka sebanyak 13 luka.

UMMUD DAHDAH : "JUAL BELIMU TELAH MENDAPAT KEUNTUNGAN"
Di antara wanita yang mengajarkan kepada kita dan mengajarkan wanita-wanita kita agar yakin kepada Allah dan berinfak di jalan-Nya adalah Ummud Dahdah. Mari kita dengar kisahnya bersama suaminya dan ketaatannya kepadanya.

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari 'Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu ‘anhu, ia menuturkan bahwa ketika turun ayat ini:

"Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah)…” [Al-Baqarah: 245]

Abud Dahdah al-Anshari bertanya, “Wahai Rasulullah, benarkah Allah menginginkan pinjaman dari kami?” Beliau menjawab, “Ya.” Ia mengatakan, “Perlihatkan tanganmu kepadaku, wahai Rasulullah.” Ketika beliau mengulurkan tangannya kepadanya, ia mengatakan, “Sesungguhnya aku telah meminjamkan kebun kepada Rabb-ku.” Ia mempunyai kebun yang di dalamnya terdapat 600 pohon kurma, dan Ummud Dahdah beserta keluarganya berada di dalamnya. Abud Dahdah datang dan memanggilnya, “Wahai Ummud Dahdah!” Ia menjawab, “Aku penuhi panggilanmu.” Ia mengatakan, “Keluarlah, sebab aku telah meminjamkannya kepada Rabb-ku Azza wa Jalla.” Dalam satu riwayat bahwa Ummud Dahdah berkata kepadanya, “Jual belimu telah mendapat keuntungan, wahai Abud Dahdah.” Lalu ia mengangkat darinya perabot dan anak-anaknya, dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Alangkah banyaknya pohon kurma yang lebat di Surga milik Abud Dahdah.” [5]

[Disalin dari kitab Isyratun Nisaa Minal Alif Ilal Yaa, Edisi Indonesia Panduan Lengkap Nikah Dari A Sampai Z, Penulis Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq, Penterjemah Ahmad Saikhu, Penerbit Pustaka Ibnu Katsair]
__________
Foote Note
[1]. 'Audatul Hijaab (II/549).
[2]. Ath-Thabaqaat (VIII/302); Siyar A’laamin Nubalaa' (II/978).
[3]. Ath-Thabaqaat (VIII/303).
[4]. Ath-Thabaqaat (VIII/302).
[5]. Penulis Majmaa’uz Zawaa-id (VI/320) mengatakan: “Diriwayatkan oleh al-Bazzar dan para perawinya tsiqat.”

sumber: www.almanhaj.or.id

AL-GHUMAISHA’ BINTI MILHAN UMMU SULAIM RADHIYALLAHU ‘ANHA

Oleh
Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq



Kita berbicara tentang kaum wanita yang patut diteladani, dan kita tidak bisa melupakan seorang wanita yang mencapai derajat kemauan tertinggi dan mendapatkan kabar gembira (bahwa dia akan masuk) Surga, sedangkan dia berjalan di permukaan bumi. Dari wanita inilah kita belajar kemuliaan, kesabaran, dan memberi sumbangsih di jalan agama ini.

Ia adalah al-Ghumaisha' binti Milhan Ummu Sulaim Radhiyallahu ‘anha, yang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentangnya:

“Aku memasuki Surga lalu aku mendangar suara, maka aku bertanya, ‘Siapakah ini?’ Mereka berkata, ‘Ini adalah al-Ghumaisha’ binti Milhan, Ummu Anas bin Malik.’” [1]

Bagaimana kisah Shahabiyah yang mulia ini?

Pertama : Mari Kita Dengar Kisah Pernikahannya.
An-Nasa-i meriwayatkan dari hadits Anas Radhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan: “Abu Thalhah (datang) melamar, lalu Ummu Sulaim berkata, ‘Demi Allah, orang semisalmu, wahai Abu Thalhah, tidak akan ditolak. Tetapi engkau adalah pria kafir sedangkan aku wanita muslimah, dan tidak halal bagiku menikahimu. Jika engkau masuk Islam, maka itulah maharku dan aku tidak meminta kepadamu selainnya. Kemudian dia masuk Islam, lalu hal itu menjadi maharnya.’ Tsabit berkata, ‘Aku tidak mendengar seorang wanita pun yang lebih mulia maharnya dibanding Ummu Sulaim, (maharnya) yaitu Islam.’” [2]

Kedua : Kesabarannya.
Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa seorang anak dari Abu Thalhah sakit. Ketika Abu Thalhah keluar, anak itu meninggal. Ketika Abu Thalhah kembali, dia bertanya, “Bagaimana anakku?” Ummu Sulaim menjawab, “Ia dalam kondisi sangat tenang,” seraya menghidangkan makan malam kepadannya, dan dia pun makan. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Ummu Sulaim berkata, “Jangan beritahukan kepada Abu Thalhah tentang kematian anaknya.” Kemudian ia melakukan tugasnya sebagai isteri kepada suaminya, lalu suaminya berhubungan intim dengannya. Ketika akhir malam, ia berkata kepada suaminya, “Wahai Abu Thalhah, bagaimana pendapatmu bila keluarga si fulan meminjam suatu pinjaman, lalu memanfaatkannya, kemudian ketika pinjaman itu diminta, mereka tidak suka?” Ia menjawab, “Mereka tidak adil.” Ummu Sulaim berkata, “Sesungguhnya anakmu, fulan, adalah pinjaman dari Allah dan Dia telah mengambilnya.” Abu Thalhah beristirja’ (mengucapkan: Innaa lillaahi wa innaaa ilaih raaji’uun) dan memuji Allah seraya mengatakan, “Demi Allah, aku tidak membiarkanmu mengalahkanku dalam kesabaran.” Pada pagi harinya, dia datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tatkala beliau melihatnya, beliau bersabda, “Semoga Allah memberkahi kalian berdua di malam hari kalian.” Keberkahan itu, sejak malam itu, mencakup ‘Abdullah bin Abi Thalhah, dan tidak ada pada kaum Anshar seorang pemuda yang lebih baik darinya. Dari ‘Abdullah tersebut lahirlah banyak anak, dan ‘Abdullah tidak meninggal sehingga dia dikaruniai sepuluh anak yang semuanya hafal al-Qur-an, dan dia wajat di jalan Allah. [3]

Ketiga : Jihadnya Di Jalan Allah.
Muslim meriwayatkan dari Anas Radhiyallahu ‘anhu bahwa pada perang Hunain, Ummu Sulaim membawa pisau kecil. Senjata itu bersamanya. Ketika Abu Thalhah melihatnya, maka dia mengatakan, “Wahai Rasulullah! Ini adalah Ummu Sulaim, ia membawa pisau kecil.” Mengetahui hal itu, beliau bertanya, “Untuk apa pisau kecil ini?” Ia menjawab, “Aku membawanya; jika seorang dari kaum musyrik mendekat kepadaku, maka aku robek perutnya dengannya.” Mendengar hal itu beliau tertawa. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, akan kubunuh orang-orang yang masuk Islam setelah kita dari kalangan thulaqa' [4] yang melarikan diri darimu!” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Wahai Ummu Sulaim, Allah telah mencukupi dan berbuat baik.” [5]

Keempat : Kemuliaannya Di Rumahnya.
Kita masih membicarakan Shahabiyah mulia ini, dan kita akan mendengarkan tentang kemuliaannya di rumahnya dan pengetahuannya bahwa Allah Azza wa Jalla akan memberi ganti kepada orang-orang yang berinfak. [6]

Dalam Shahiih al-Bukhari dari hadits Anas Radhiyallahu ‘anhu, ia menuturkan bahwa Abu Thalhah berkata kepada Ummu Sulaim, “Aku telah mendengar suara Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan lemah yang aku ketahui beliau sedang lapar; apakah engkau mempunyai sesuatu?” Ia menjawab, “Ya.” Lalu ia mengeluarkan sejumlah roti yang terbuat dari gandum, kemudian mengeluarkan kerudungnya lalu membungkus roti tersebut dengan sebagiannya. Kemudian ia melilitkannya di bawah tanganku, lalu mengutusku kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku pun pergi dan menjumpai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di masjid bersama sejumlah orang. Ketika aku berada di hadapan mereka, beliau bertanya kepadaku, “Apakah Abu Thalhah mengutusmu?” Aku menjawab, “Ya.” Beliau bertanya, “Dengan membawa makanan?” Aku menjawab, “Ya.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada orang-orang yang bersamanya, “Berdirilah!” Beliau beranjak dan aku pun beranjak dari hadapan mereka hingga aku sampai kepada Abu Thalhah, lalu aku mengabarkan kepadanya. Abu Thalhah berkata, “Wahai Ummu Sulaim, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah datang bersama sejumlah orang, sedangkan kita tidak mempunyai sesuatu untuk menjamu mereka.” Ia menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Lalu Abu Thalhah pergi hingga bertemu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. datang dan Abu Thalhah menyertainya, lalu beliau berkata, “Kemarilah wahai Ummu Sulaim, apa yang engkau miliki?” Maka ia membawa roti tersebut. Lantas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. memerintahkan untuk membukanya, dan Ummu Sulaim membuat kuah untuk menguahinya. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. mengatakan pada makanan itu apa yang hendak dikatakannya, kemudian beliau bersabda, “Izinkanlah untuk sepuluh orang orang!” Maka makanan itu mengizinkan mereka, lalu mereka makan hingga kenyang, lalu mereka keluar. Kemudian beliau bersabda, “Izinkanlah untuk sepuluh orang!” Maka ia mengizinkan mereka, lalu mereka makan hingga kenyang. Lalu beliau bersabda, “Izinkahlah untuk sepuluh orang!” Maka ia menginzinkan mereka, lalu mereka makan hingga kenyang, kemudian mereka keluar. Selanjutnya beliau mengatakan, “Izinkan untuk sepuluh orang!” Kemudian mereka semua makan hingga kenyang. Mereka semua berjumlah 70 atau 80 orang. [7]


[Disalin dari kitab Isyratun Nisaa Minal Alif Ilal Yaa, Edisi Indonesia Panduan Lengkap Nikah Dari A Sampai Z, Penulis Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq, Penterjemah Ahmad Saikhu, Penerbit Pustaka Ibnu Katsair]
__________
Foote Note
[1]. HR. Muslim (no. 2456) kitab Fadhaa-ilush Shahaabah, Ahmad (no. 13102).
[2]. HR. An-Nasa-i (no. 3341) kitab an-Nikaah, dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahiih an-Nasa-i.
[3]. Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 5470) kitab al-‘Aqiiqah, Muslim (no. 2144), kitab Fadhaa-ilush Shahaabah, Ahmad (no. 11617).
[4]. Ath-thulaqa’ adalah orang-orang yang masuk Islam dari penduduk Makkah pada hari penaklukan Makkah. Mereka dinamakan demikian karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memberi kebebasan kepada mereka, dan keislaman mereka sangatlah lemah. Oleh karena itu, Ummu Sulaim berkeyakinan bahwa mereka itu munafik yang berhak dibunuh karena mereka melarikan diri.
[5]. HR. Muslim (no. 1809) kitab al-Jihaad was Siyar, Abu Dawud (no. 3718) kitab al-Jihaad, Ahmad (no. 11698).
[6]. Fiqhut Ta’aamul Bainaz Zaujaini, al-'Adawi (hal. 100).
[7]. HR. Al-Bukhari (no. 3578) kitab al-Manaaqib, Muslim (no. 2040) kitab al-Asyribah, at-Tirmidzi (no. 3630) kitab al-Manaaqib, Ahmad (no. 13135), Malik (no. 1725) kitab al-Jaami’, ad-Darimi (no. 43), kitab al-Muqaddimah.

sumber: www.almanhaj.or.id

KISAH SYURAIH AL-QADHI DAN ISTRINYA

Oleh
Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq



Diriwayatkan bahwa Syuraih al-Qadhi bertemu dengan asy-Sya’bi pada suatu hari, lalu asy-Sya’bi bertanya kepadanya tentang keadaannya di rumahnya. Ia menjawab: “Selama 20 tahun aku tidak melihat sesuatu yang membuatku marah terhadap isteriku.” Asy-Sya’bi bertanya, “Bagaimana itu terjadi?” Syuraih menjawab, “Sejak malam pertama aku bersua dengan isteriku, aku melihat padanya kecantikan yang menggoda dan kecantikan yang langka. Aku berkata dalam hatiku: “Aku akan bersuci dan shalat dua rakaat sebagai tanda syukur kepada Allah. Ketika aku salam dan mendapati isteriku menunaikan shalat dengan shalatku dan salam dengan salamku, maka ketika rumahku telah sepi dari para Sahabat dan rekan-rekan, aku berdiri menuju kepadanya. Aku ulurkan tanganku kepadanya, maka dia berkata, ‘Perlahan, wahai Abu Umayyah, seperti keadaanmu semula.’ Kemudian ia berkata, ‘Segala puji bagi Allah. Aku memuji-Nya dan memohon pertolongan kepada-Nya. Aku sampaikan shalawat dan salam atas Muhammad dan keluarganya. Sesungguhnya aku adalah wanita asing yang tidak mengetahui akhlakmu, maka jelaskanlah kepadaku apa yang engkau sukai sehingga aku akan melakukannya dan apa yang tidak engkau sukai sehingga aku meninggalkannya.’ Ia melanjutkan, ‘Sesungguhnya pada kaummu terdapat wanita yang dapat engkau nikahi, dan pada kaumku terdapat pria yang sekufu denganku. Tetapi jika Allah menentukan suatu perkara, maka perkara itu terjadi. Engkau telah berkuasa, maka lakukanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu, yaitu menahan dengan yang ma’ruf atau mencerai dengan cara yang baik. Aku ucapkan sampai di sini saja, dan aku memohon ampun kepada Allah untukku dan untukmu…!’

Syuraih berkata, “-Demi Allah wahai asy-Sya’bi-, ia membuatku membutuhkan kepada khutbah di tempat tersebut. Aku katakan, ‘Segala puji bagi Allah. Aku memuji-Nya dan memohon pertolongan kepada-Nya. Aku sampaikan shalawat dan salam atas Nabi dan keluarganya. Sesungguhnya engkau mengatakan suatu pembicaraan yang bila engkau teguh di atasnya, maka itu menjadi keberuntunganmu, dan jika engkau meninggalkannya, maka itu menjadi hujjah (keburukan) atasmu. Aku menyukai demikian dan demikian, dan tidak menyukai demikian dan demikian. Apa yang engkau lihat baik, maka sebarkanlah, dan apa yang engkau lihat buruk, maka tutupilah!’

Ia mengatakan, ‘Bagaimana kesukaanmu dalam mengunjungi keluargaku?’ Aku menjawab, ‘Aku tidak ingin mertuaku membuatku penat.’ Ia bertanya, ‘Siapa yang engkau sukai dari para tetanggamu untuk masuk ke rumahmu sehingga aku akan mengizinkannya, dan siapa yang tidak engkau sukai sehingga aku tidak mengizinkannya masuk?’ Aku mengatakan, ‘Bani fulan adalah kaum yang shalih, dan Bani fulan adalah kaum yang buruk.’”

Syuraih berkata, “Kemudian aku bermalam bersamanya pada malam yang sangat nikmat (baik). Aku hidup bersamanya selama setahun dan aku tidak melihat melainkan sesuatu yang aku sukai. Ketika di awal tahun aku datang dari majelis Qadha’ (peradilan), tiba-tiba ada seorang wanita di dalam rumah. Aku bertanya, ‘Siapa dia?’ Mereka menjawab, ‘Mertuamu (yakni, ibu dari isterimu).’ Ia menoleh kepadaku dan bertanya kepadaku, ‘Bagaimana pendapatmu tentang isterimu?’ Aku menjawab, ‘Sebaik-baik isteri.’ Ia mengatakan, ‘Wahai Abu Umayyah, wanita tidak menjadi lebih buruk keadaannya darinya dalam dua keadaan: jika melahirkan anak, atau dimuliakan di sisi suaminya. Demi Allah, laki-laki tidak menemui di rumahnya yang lebih buruk daripada wanita yang manja. Oleh karena itu, hukumlah dengan hukuman yang engkau suka, dan didiklah dengan didikan yang engkau suka.’ Lalu aku tinggal bersamanya selama 20 tahun, dan aku tidak pernah menghukumnya mengenai sesuatu pun, kecuali sekali, dan aku merasa telah menzhaliminya.” [1]

KISAH BADR AL-MAGHAZILI DAN ISTRINYA
Dari Muhammad bin al-Husain, ia mengatakan bahwa Abu Muhammad al-Hariri berkata: "Aku berada di sisi Badr al-Maghazili, dan isterinya menjual intan seharga 30 dinar, maka dia berkata kepada isterinya, ‘Kita pisahkan dinar-dinar ini untuk saudara-saudara kita, dan kita makan rizki yang didapat sehari-hari.’ Isterinya memenuhi permintaan suaminya seraya mengatakan, ‘Engkau berzuhud sedangkan kami menginginkan? Ini tidak akan terjadi."[2]

KISAH RIYAH AL-QAISI DAN ISTRINYA
Riyah al-Qaisi menikahi seorang wanita, lalu dia membangun rumah tangga dengannya. Ketika pagi hari, wanita ini beranjak menuju adonannya, maka Riyah mengatakan, “Seandainya engkau mencari seorang wanita yang dapat mengerjakan pekerjaanmu ini.” Ia menjawab, “Aku hanyalah menikah dengan Riyah al-Qaisi dan aku tidak membayangkan menikah dengan orang yang sombong lagi ingkar. Pada malam harinya Riyah tidur untuk menguji isterinya, ternyata ia bangun pada seperempat malam, kemudian memanggilnya seraya mengatakan, “Bangun, wahai Riyah.” Dia menjawab, “Aku akan bangun.” Tapi ia tidak bangun. Lalu ia bangun pada seperempat malam yang terakhir, kemudian memanggilnya seraya mengatakan, “Bangun, wahai Riyah.” Dia menjawab, “Aku akan bangun.” Maka ia mengatakan, “Malam telah berlalu dan orang-orang yang berbuat kebajikan meraih keuntungan, sedangkan engkau tidur. Duhai siapa yang tega menipuku hingga aku menikah denganmu, wahai Riyah?” Lalu ia bangun pada seperempat waktu yang tersisa.” [3]

KISAH HUBAIB DAN ISTRINYA
Al-Husain bin ‘Abdirrahman berkata: “Sebagian Sahabat kami bercerita kepadaku, ia mengatakan: ‘Isteri Hubaib, yakni Ummu Muhammad mengatakan bahwa ia terjaga pada suatu malam sedangkan suaminya tidur, lalu ia membangunkannya pada waktu sahur seraya mengatakan, ‘Bangunlah wahai pria, sebab malam telah berlalu dan siang pun tiba, sedangkan di hadapanmu ada jalan yang panjang dan perbekalan yang sedikit. Para kafilah orang-orang shalih di depan kita, sedangkan kita di belakang.’” [4]

[Disalin dari kitab Isyratun Nisaa Minal Alif Ilal Yaa, Edisi Indonesia Panduan Lengkap Nikah Dari A Sampai Z, Penulis Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq, Penterjemah Ahmad Saikhu, Penerbit Pustaka Ibnu Katsair]
__________
Foote Note
[1]. Ahkaamun Nisaa’, Ibnul Jauzi (hal. 134-135) dan Ahkaamul Qur-aan, Ibnul ‘Arabi (I/417).
[2]. Ahkaamun Nisaa’ (hal. 147I.
[3]. Shifatush Shafwah (IV/43-44)
[4]. Shifatush Shafwah (IV/23).

sumber:www.almanhaj.or.id

25 September 2009

Schotel Makaroni


Bahan-bahan:
150 gr makaroni
200 gr kornet
1 buah bawang bombay, cincang
2 siung bawang putih, cincang
2 sdm tepung terigu
400 ml susu cair
3 butir telur, kocok lepas
100 gram keju, diparut
1 sdt pala bubuk
1/2 sdt merica bubuk
garam secukupnya
2 sendok mentega untuk menumis
keju parut untuk taburan

Cara membuat:
1. Rebus makaroni dalam air mendidih sampai lunak. Beri sedikit garam dan mentega agar tidak lengket, tiriskan. Beri sedikit mentega lagi.
2. Panaskan mentega dalam wajan, tumis bawang bombai dan bawang putih sampai layu, masukan tepung terigu aduk rata.
3. Masukkan susu aduk supaya terigu tidak menggumpal.
4. Masukkan makaroni, kornet, dan keju parut, aduk sampai rata.
5. Masukkan garam, merica dan pala, aduk rata kemudian angkat.
6. Masukkan telur kocok, aduk lagi hingga rata. Tuang adonan makaroni ke dalam loyang yang sudah diolesi mentega dan ditaburi dengan tepung panir. Kemudian taburi atasnya dengan keju parut
7. Panggang dalam oven suhu 190°C selama 30 menit atau sampai matang
8. Setelah matang, keluarkan dari oven. Kemudian sajikan bersama saus sambal.

* Jika ingin variasi, kurangi kornet, tambahkan sosis dan paprika hijau yang telah dipotong-potong.

Untuk 4 porsi

21 September 2009

Puasa enam hari dibulan Syawal

Salah satu dari pintu-pintu kebaikan adalah melakukan puasa-puasa sunnah. Sebagaimana yang disabdakan Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam: “Maukah aku tunjukkan padamu pintu-pintu kebaikan?; Puasa adalah perisai, …” (Hadits hasan shohih, riwayat Tirmidzi). Puasa dalam hadits ini merupakan perisai bagi seorang muslim baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia, puasa adalah perisai dari perbuatan-perbuatan maksiat, sedangkan di akhirat nanti adalah perisai dari api neraka. Dalam sebuah hadits Qudsi disebutkan, “Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya.” (HR. Bukhori: 6502)


Puasa Seperti Setahun Penuh

Salah satu puasa yang dianjurkan/disunnah kan setelah berpuasa di bulan Romadhon adalah puasa enam hari di bulan Syawal. Puasa ini mempunyai keutamaan yang sangat istimewa. Dari Abu Ayyub Al Anshori, Rosululloh bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa Romadhon kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia seperti berpuasa setahun penuh.” (HR. Muslim no. 1164). Dari Tsauban, Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa berpuasa enam hari setelah hari raya Iedul Fitri, maka seperti berpuasa setahun penuh. Barangsiapa berbuat satu kebaikan, maka baginya sepuluh lipatnya.” (HR. Ibnu Majah dan dishohihkan oleh Al Albani dalam Irwa’ul Gholil). Imam Nawawi rohimahulloh mengatakan dalam Syarh Shohih Muslim 8/138, “Dalam hadits ini terdapat dalil yang jelas bagi madzhab Syafi’i, Ahmad, Dawud beserta ulama yang sependapat dengannya yaitu puasa enam hari di bulan Syawal adalah suatu hal yang dianjurkan.”


Dilakukan Setelah Iedul Fithri

Puasa Syawal dilakukan setelah Iedul Fithri, tidak boleh dilakukan di hari raya Iedul Fithri. Hal ini berdasarkan larangan Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan dari Umar bin Khothob, beliau berkata, “Ini adalah dua hari raya yang Rosululloh melarang berpuasa di hari tersebut: Hari raya Iedul Fithri setelah kalian berpuasa dan hari lainnya tatkala kalian makan daging korban kalian (Iedul Adha).” (Muttafaq ‘alaih)


Apakah Harus Berurutan ?

Imam Nawawi rohimahulloh menjawab dalam Syarh Shohih Muslim 8/328: “Afdholnya (lebih utama) adalah berpuasa enam hari berturut-turut langsung setelah Iedul Fithri. Namun jika ada orang yang berpuasa Syawal dengan tidak berturut-turut atau berpuasa di akhir-akhir bulan, maka dia masih mendapatkan keuatamaan puasa Syawal berdasarkan konteks hadits ini”. Inilah pendapat yang benar. Jadi, boleh berpuasa secara berturut-turut atau tidak, baik di awal, di tengah, maupun di akhir bulan Syawal. Sekalipun yang lebih utama adalah bersegera melakukannya berdasarkan dalil-dalil yang berisi tentang anjuran bersegera dalam beramal sholih. Sebagaimana Allah berfirman, “Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan.” (Al Maidah: 48). Dan juga dalam hadits tersebut terdapat lafadz ba’da fithri (setelah hari raya Iedul Fithri), yang menunjukkan selang waktu yang tidak lama.


Mendahulukan Puasa Qodho’

Apabila seseorang mempunyai tanggungan puasa (qodho’) sedangkan ia ingin berpuasa Syawal juga, manakah yang didahulukan? Pendapat yang benar adalah mendahulukan puasa qodho’. Sebab mendahulukan sesuatu yang wajib daripada sunnah itu lebih melepaskan diri dari beban kewajiban. Ibnu Rojab rohimahulloh berkata dalam Lathiiful Ma’arif, “Barangsiapa yang mempunyai tanggungan puasa Romadhon, hendaklah ia mendahulukan qodho’nya terlebih dahulu karena hal tersebut lebih melepaskan dirinya dari beban kewajiban dan hal itu (qodho’) lebih baik daripada puasa sunnah Syawal”. Pendapat ini juga disetujui oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin dalam Syarh Mumthi’. Pendapat ini sesuai dengan makna eksplisit hadits Abu Ayyub di atas.

Semoga kebahagiaan selalu mengiringi orang-orang yang menghidupkan sunnah Nabi Muhammad Shollallohu ‘alaihi wa sallam. Wallohu a’lam bish showab.

***

Sumber:
http://muslim. or.id/fiqh- dan-muamalah/ puasa-enam- hari-di-bulan- syawal.html



Capcay Putih

Bahan :

  • 1 buah wortel, iris melintang tebal 1 cm
  • 5 lembar sawi putih, potong-potong
  • Jamur hitam, cuci, rebus sampai empuk, iris-iris
  • 1 batang bunga tahu, rendam air panas, cabik-cabik
  • 1 buah bawang bombay ukuran sedang, belah 8
  • 100 gr bunga kol, potong tengah
  • 1/4 dada ayam, rebus, sisihkan 250 ml kaldunya, suwir tebal 2 cm
  • 3 buah bakso ikan, iris
  • 4 siung bawang putih, iris halus
  • garam secukupnya
  • 1 sdk mkn gula pasir
  • 1 sdk mkn minyak sayur

Cara memasak :

  • Tumis bawang putih hingga harum
  • masukkan ayam, bawang bombay, wortel dan bakso ikan, kemudian aduk
  • Beri kaldu ayam sampai wartel empuk
  • masukkan semua sayur, aduk rata hingga layu
  • Beri garam dan gula sesuai selera.
  • Aduk rata, angkat dan sajikan

Belajar cinta dari cicak

Ketika sedang merenovasi sebuah rumah, seseorang mencoba merontokan tembok. Rumah di Jepang biasanya memiliki ruang kosong di antara tembok yang terbuat dari kayu. Ketika tembok mulai rontok, dia menemukan seekor cicak terperangkap diantara ruang kosong itu karena kakinya melekat pada sebuah surat.
Dia merasa kasihan sekaligus penasaran. Lalu ketika dia mengecek surat itu, ternyata surat tersebut telah ada disitu 10 tahun lalu ketika rumah itu pertama kali dibangun.
Apa yang terjadi? Bagaimana cicak itu dapat bertahan dengan kondisi terperangkap selama 10 tahun? Dalam keadaan gelap selama 10 tahun, tanpa bergerak sedikit pun, itu adalah sesuatu yang mustahil dan tidak masuk akal.
Orang itu lalu berpikir, bagaimana cicak itu dapat bertahan hidup selama 10 tahun tanpa berpindah dari tempatnya sejak kakinya melekat pada surat itu! Bagaimana dia makan?
Orang itu lalu menghentikan pekerjaannya dan memperhatikan cicak itu. Apa yang dilakukan dan apa yang dimakannya hingga dapat bertahan. Kemudian, tidak tahu dari mana datangnya, seekor cicak lain muncul dengan makanan di mulutnya.... AHHHH!
Orang itu merasa terharu melihat hal itu. Ternyata ada seekor cicak lain yang selalu memperhatikan cicak yang terperangkap itu selama 10 tahun.
Sungguh ini sebuah cinta, cinta yang indah. Cinta dapat terjadi bahkan pada hewan yang kecil seperti dua ekor cicak itu. apa yang dapat dilakukan oleh cinta? Tentu saja sebuah keajaiban. Bayangkan, cicak itu tidak pernah menyerah dan tidak pernah berhenti memperhatikan pasangannya selama 10 tahun. Bayangkan bagaimana hewan yang kecil itu dapat memiliki karunia yang begitu menganggumkan. JANGAN PERNAH MENGABAIKAN ORANG YANG ANDA KASIHI!

Jika ‘Kau Ingin Malaikat Mendoakanmu dalam Tidurmu...

Pembaca mulia, Allah mewajibkan kita untuk beriman kepada malaikat bukanlah hal yang sia-sia. Apakah kita tidak ingin didoakan malaikat? Bagaimana tidak, malaikat adalah makhluk YANG DOANYA SELALU DIKABULKAN الله. Ini karena malaikat adalah makhluk yang tidak pernah mengatakan kecuali sizin الله, dan tidak pernah melakukan sesuatu kecuali dengan perintah الله. Hal yang harus kita ketahui, malaikat TIDAK MENDOAKAN ORANG, KECUALI ORANG YANG DIRIDHOI الله. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala:

لا يسبقونه بالقول وهم بأمره يعملون. يعلم ما بين أيديهم وما خلفهم ولا يشفعون إلا لمن ارتضى وهم من خشيته مشفقون

Artinya,

“... (malaikat-malaikat) itu adalah hamba-hamba yang dimuliakan. Mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan. Mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya. Allah mengetahui segala sesuatu yang di hadapan mereka (malaikat) dan yang di belakang mereka. Mereka tidak memberi syafa’at MELAINKAN KEPADA ORANG-ORANG YANG DIRIDHOI ALLAH. Mereka itu selalu berhati-hati karena tajut kepada-Nya”
(Q.S. Al-Anbiya’: 26-28)

Jika kedudukan para malaikat demikian mulia, siapakah di antara kita YANG TIDAK INGIN TERMASUK KE DALAM GOLONGAN ORANG YANG DIDOAKAN OLEH MEREKA?

Pembaca mulia, cara paling mudah agar bisa didoakan malaikat adalah bersuci terlebih dahulu sebelum tidur. Keutamaan orang yang bersuci sebelum tidur dapat diketahui dalam hadits berikut ini.

طهروا هذه الأجساد طهركم الله فإنه ليس عبد يبيت طاهرا إلا بات معه ملك في شعاره لا ينقلب ساعة من الليل إلا قال : اللهم اغفر لعبدك فإنه بات طاهرا

Sucikanlah badan-badan kalian! Semoga الله menyucikan kalian. Sesungguhnya tidaklah seorang hamba rumah bermalam (tidur) dalam keadaan suci, kecuali para malaikat akan bersamanya dalam pakaiannya. Tidaklah ia membalikkan badannya sesaat pun dalam tidur malamnya kecuali malaikat akan berkata, Ya الله , ampunilah hambamu ini. Sesungguhya ia tidur dalam keadaan suci.”

(lihat kitab المعجم الكبير, karya سليمان بن أحمد بن أيوب أبو القاسم الطبراني, tahqiq حمدي بن عبدالمجيد السلفي, juz 12, halaman 446, hadits nomor 13.621)

Beberapa Pelajaran yang Dapat Kita Ambil dari hadits di Atas:
1) Anjuran untuk bersuci sebelum tidur.
2) Rasulullah mendoakan umatnya yang bersuci sebelum tidur agar disucikan الله. Siapa yang tidak ingin mendapat bagian doa sebik-baik manusia, Rasulullah صلى الله عليه و سلم ?
3) Malaikat senantiasa akan bersama dengan orang yang tidur, jika sebelum tidur, ia bersuci terlebih dahulu.
4) Malaikat akan memohon kepada الله agar mengampuni hamba yang tidur tersebut, setiap ia membalikkan badannya di malam hari hingga ia bangun dari tidurnya.

Allahu Akbar! Bukankah bersuci merupakan amal yang sangat mudah wahai saudaraku? Mudah, tetapi balasannya sangatlah besar. Seandainya balasan untuk orang yang tidur dalam keadaan suci hanyalah ditemani malaikat, itu sebenarnya sudah cukup. Akan tetapi, الله memberi balasan yang jauh lebih baik.

Dalam riwayat yang lain, Rasulullah صلى الله عليه و سلم bersabda:

ما من مسلم يبيت على ذكر الله طاهرا فيتعار من الليل فيسأل الله خيرا من الدنيا والآخرة الا أعطاه اياه

Artinya:

“Tidaklah seorang muslim yang bermalam (tidur) dalam keadaan berdzikir kepada الله dan suci, lalu ia bangun di malam itu kemudian berdoa kepada الله kebaikan dunia dan akhirat, kecuali الله akan mengabulkan doanya tersebut.”

(lihat kitab المعجم الكبير, karya سليمان بن أحمد بن أيوب أبو القاسم الطبراني, tahqiq حمدي بن عبدالمجيد السلفي, jilid 20, halaman 118, hadits nomor 235)

Dari hadits di atas, kita dapat memeproleh faidah tambahan, yaitu keutamaan yang akan kita peroleh apabila tidur kita, diawali dengan dzikir dan bersuci, yaitu dua hal tersebut akan menjadi SEBAB DIKABULKANNYA DOA kita oleh الله. Perhatikanlah wahai pembaca, yang memberitakan hal ini adalah seorang jujur yang tepercaya, yaitu Rasulullah صلى الله عليه و سلم. Maka, apakah kita masih akan ragu untuk mengamalkan apa yang beliau sunnahkan?

Semoga الله menjadikan kita semua sebagai hamba-Nya yang senantiasa dimudahkan untuk mengamalkan sunnah nabi-Nya yang mudah dan penuh barokah ini. Kabulkanlah wahai Rabb yang Maha Agung lagi Maha Mulia. آمين


Referensi:
1) المعجم الكبير /Mu’jamul Kabir/, jilid 12 dan 20. سليمان بن أحمد بن أيوب أبو القاسم الطبراني /Sulaiman ibn Ahmad ibn Ayyub Abul Qasim AT-THABRANI/, dengan tahqiq: حمدي بن عبدالمجيد السلفي /Hamdi ibn Abdil Majid As-Salafi/. 1404H/1983M. الموصل /Mosul/: مكتبة العلوم والحكم /Maktabah Al’Ulum wal Hikam/.

2) Orang-Orang yang Didoakan Malaikat, terjemah dari من تصلي عليهم الملائكة و من تلعنه. Dr. Fadhl Ilahi, penerjemah: Beni Sarbeni. 1420H-2000M. Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, dari penerbit aslinya: Idaarah Turjumaan Al-Islami-Pakistan.


Abu Muhammad Al-‘Ashri
dari Forum Penulis Muslim

Sungguh indah, bila pernikahan dihias dengan sunnah..........

Oleh Al Ustadz Abu Abdillah Ad Dariniy

Bismillaah… wash sholaatu wassalaamu alaa Rosulillaah… wa alaa aalihii washohbihii wa man waalaah…

Berikut ini ringkasan kitab Adab Zifaf (Etika Pernikahan), Karya Syeikh Albani rohimahulloh… Semoga bermanfaat bagi para pembaca, khususnya yang bersiap akan melangsungkan pernikahan dan mengakhiri masa lajangnya…

1. Hendaklah dua sejoli yang akan merajut tali suci nikah, meniatkannya untuk membersihkan jiwanya dan menjaga dirinya dari apa yang diharamkan Alloh, karena dengan begitu pergaulan keduanya dicatat sebagai sedekah, sebagaimana sabda Nabi -shollallohu alaihi wasallam- “Pada kemaluan salah seorang diantara kalian ada sedekah”. Para sahabat bertanya: “Wahai Rosululloh, apa dengan memuaskan syahwat, orang bisa menuai pahala?!” . Beliau menjawab: “Bukankah ia akan berdosa jika menaruhnya pada hal yang harom?! Begitu pula sebaliknya, ia akan mendapat pahala jika menaruhnya pada hal yang halal” (HR. Muslim: 1006).

2. Saat pertama kali bertemu atau hendak berhubungan, hendaknya suami meletakkan tangannya pada permulaan kepala istrinya, seraya membaca basmalah, doa untuk keberkahannya (misalnya dengan mengucapkan: “اللَّهُمَّ بَارِكْ لِيْ فِيْها، وَبَارِكْ لَهَا فِيَّ” = ya Alloh berkahilah dia untukku, dan berkahilah aku untuknya), dan doa berikut ini:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَمِنْ شَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ

Dengan menyebut nama Alloh… Ya Alloh sungguh aku mohon padamu kebaikan wanita ini, dan kebaikan tabiatnya. Dan aku memohon perlindungan-Mu dari keburukannya dan keburukan tabiatnya.

Sebagaimana sabda Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam-: “Jika kalian telah menikahi wanita atau membeli budak, maka peganglah bagian depan kepalanya, ucapkanlah basmalah, berdoalah untuk keberkahannya, dan hendaklah ia mengucapkan… (yakni doa di atas)”. (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan yang lainnya, sanadnya hasan)

3. Sholat sunat dua rekaat bersamanya, ketika hendak melakukan hubungan pertamanya, kemudian berdoa:

اللَّهُمَّ بَارِكْ لِيْ فِيْ أَهْلِيْ، وَبَارِكْ ِلأَهْلِيْ فِيَّ، اللَّهُمَّ ارْزُقْهُمْ مِنِّيْ، وَارْزُقْنِيْ مِنْهُمْ، اللَّهُمَّ اجْمَعْ بَيْنَنَا مَا جَمَعْتَ فِيْ خَيْرٍ، وَفَرِّقْ بَيْنَنَا إِذَا فَرَّقْتَ فِيْ خَيْرٍ

Ya Alloh, berilah aku berkah dari istriku, (begitu pula sebaliknya) berilah istriku berkah dariku. Ya Alloh, berilah mereka rizki dariku, (begitu pula sebaliknya) berilah aku rizki dari mereka. Ya Alloh, kumpulkanlah kami jika itu baik bagi kami, dan pisahkanlah kami jika itu baik bagi kami.

Hal ini disunnahkan karena para salaf dulu melakukannya, diantara mereka adalah: Ibnu Mas’ud, Abu Dzar, Hudzaifah.

Syaqiq bin Salamah mengatakan: Suatu hari datang lelaki, namanya: Abu Huraiz, ia mengatakan: “Aku telah menikahi wanita muda dan perawan, tapi aku khawatir ia akan membuatku cekcok”, maka Abdulloh bin Mas’ud mengatakan: “Sesungguhnya kerukunan itu dari Alloh, sedang percekcokan itu dari setan, ia ingin membuatmu benci dengan apa yang Alloh halalkan bagimu. Jika kamu nanti menemuinya, maka suruh istrimu sholat dua rokaat dibelakangmu dan bacalah… (yakni doa di atas)!” (HR. Abu Bakar ibnu Abi Syaibah dan Thobaroni, sanadnya shohih).

4. Bermesraan dengan istri sebelum berhubungan, misalnya dengan menyuguhkan minuman atau yang lainnya.

Sebagaimana dijelaskan dalam hadits Asma’ binti Yazid, ia menceritakan: “(Ketika malam pertamanya Aisyah) aku meriasnya untuk Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam-, lalu aku panggil beliau agar melihat Aisyah yang sudah terias, dan beliau pun duduk di sampingnya. Kemudian disuguhkan kepada beliau gelas besar berisi susu, maka beliau meminumnya (sebagian), lalu memberikannya kepada Aisyah, tapi ia malah menundukkan kepalanya karena malu.

Asma: Aku pun menegurnya dan ku katakan padanya: “Ambillah (gelas itu) dari tangan Nabi -shollallohu alaihi wasallam-!”. Maka ia pun mau mengambil dan meminum sebagiannya.

Lalu Nabi -shollallohu alaihi wasallam- mengatakan padanya: “Berikanlah (sisanya) kepada teman wanitamu (yakni Asma’)!”.

Asma: Aku pun balas mengatakan: “Wahai Rosululloh, ambil saja dulu, lalu minumlah, setelah itu baru kau berikan padaku!” Maka beliau pun mengambilnya, meminum, dan selanjutnya memberikannya padaku.

Asma: Lalu aku duduk, dan ku letakkan gelas itu di atas lututku, kemudian mulai ku putar gelas itu sambil kutempelkan mulutku padanya, agar aku bisa mengenai bekas tempat minumnya Nabi -shollallohu alaihi wasallam-.

Kemudian kepada para wanita yang berada di sekitarku, beliau mengatakan: “Berikanlah (wahai Asma’) kepada mereka!”. (Karena sungkan) mereka menjawab: “Kami tidak menyenanginya”.

Maka beliau mengatakan: “Jangan kalian satukan antara lapar dan bohong!”. (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dengan dua sanad yang saling menguatkan, lihat Al-Musnad: 27044 dan 26925)

5. Hendaklah ia berdoa ketika menggaulinya:

بِسْمِ اللَّهِ، اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ، وَجَنِّبْ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا

Dengan nama Alloh… Ya Alloh jauhkanlah kami dari setan, dan jauhkanlah setan dari anak yang engkau karuniakan pada kami.

Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “(Dengan doa itu) apabila Alloh berkehendak memberikan anak, niscaya setan takkan mampu membahayakan anaknya selamanya”. (HR. Bukhori:141, dan Muslim:1434)

6. Boleh bagi suami menggauli istrinya di vagina-nya dari arah manapun ia kehendaki, baik dari depan atau belakang. Sebagaimana firman-Nya (yang artinya): “Istri-istri kalian adalah ladang bagi kalian, maka datangilah ladang kalian itu dari mana saja kalian kehendaki!” (Al-Baqoroh: 223).

7. Haram bagi suami menggauli istrinya di dubur-nya, dan itu termasuk dosa besar, karena sabda Rosul -shollallohu alaihi wasallam-: “Terlaknat orang yang menggauli para wanita di dubur-nya (yakni lubang anus)”. (HR. Ibnu Adi, sanadnya hasan).

Syeikh Masyhur mengatakan: “Adapun orang yang menggauli istrinya di duburnya, maka ia telah melakukan tindakan yang melanggar syariat, baik asalnya maupun sifatnya, sehingga ia wajib bertaubat kepada Alloh, dan tidak ada kaffarot (tebusan) baginya kecuali bertaubat kepada Alloh azza wajall“. (Fatawa Syeikh Masyhur, hal. 11, Asy-Syamilah)

8. Berwudhu antara dua sesi berhubungan, dan lebih afdholnya mandi. Sebagaimana Sabda Rosul -shollallohu alaihi wasallam-: “Jika salah seorang dari kalian selesai menggauli istrinya, dan ingin nambah lagi, maka hendaklah ia wudhu, karena itu lebih menggiatkannya untuk melakukannya lagi”. (HR. Muslim:308, dan Abu Nuaim).

Mandi lebih afdhol, karena hadits riwayat Abu Rofi’: “Suatu hari Nabi -shollallohu alaihi wasallam- keliling mendatangi istri-istrinya, beliau mandi di istrinya yang ini, dan mandi lagi di istrinya yang ini. Lalu aku menanyakan hal itu ke beliau: “Wahai Rosululloh, mengapa tidak mandi sekali saja?”. Beliau menjawab: “Karena (mandi berkali-kali) itu, lebih bersih, lebih baik, dan lebih suci”. (HR. Abu Dawud dan yang lainnya, sanadnya hasan)

9. Suami istri dibolehkan mandi bersama di satu tempat, meski saling melihat aurat masing-masing. Ada banyak hadits menerangkan hal ini, diantaranya:

Aisyah mengatakan: “Aku pernah mandi bersama Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- dari satu tempat air, tangan kami saling berebut, dan beliau mendahuluiku, hingga aku mengatakan: “Biarkan itu untukku, biarkan itu untukku!”, ketika itu kami berdua sedang junub. (HR. Muslim: 321)

10. Usai berhubungan hendaklah wudhu sebelum tidur, dan lebih afdholnya mandi. Karena hadits riwayat Abdulloh bin Qois, ia mengatakan: Aku pernah menanyakan ke Aisyah: “Bagaimana Nabi -shollohu alaihi wasallam- dulu ketika junub, apa mandi sebelum tidur, atau sebaliknya tidur sebelum mandi?”. Ia menjawab: “Semuanya pernah beliau lakukan, kadang beliau mandi lalu tidur, dan kadang beliau wudhu lalu tidur”. Aku menimpali: “Segala puji bagi Alloh yang telah menjadikan perkara ini mudah”. (HR. Muslim: 307)

11. Jika istri sedang haid, suami tetap boleh melakukan apa saja dengannya, kecuali jima’. Sebagaimana sabda beliau: “Lakukan apa saja (dengan istri kalian) kecuali jima’“. (HR. Muslim: 302)

Kaffarot (tebusan) bagi orang yang menjima’ istrinya ketika haid, diterangkan dalam hadits riwayat Ibnu Abbas: Nabi -shollallohu alaihi wasallam- pernah ditanya tentang suami yang mendatangi istrinya ketika haid, maka beliau menjawab: “Hendaklah ia bersedekah dengan satu dinar atau setengah dinar!”. (HR. Abu Dawud dan yang lainnya, sanadnya shohih)

Syeikh Masyhur mengatakan: “Yang dimaksud dengan dinar di hadits itu adalah dinar emas, dan 1dinar emas itu sama dengan 1mitsqol, sedang 1mitsqol itu sama dengan 4,24 gram emas murni”. (Fatawa Syeikh Masyhur, hal 11, Asy-Syamilah)

12. ‘Azl (mengeluarkan sperma di luar vagina) dibolehkan, meski lebih baik ditinggalkan.

Karena perkataan Jabir r.a.: “Dulu kami (para sahabat) melakukan ‘azl, di saat Alqur’an masih turun”. (HR. Bukhori:5209, dan Muslim:1440). Dalam riwayat lain dengan redaksi: “Kami (para sahabat) dulu melakukan ‘azl di masa Rosul -shollallohu alaihi wasallam- (masih hidup), lalu kabar itu sampai kepada beliau, tapi beliau tidak melarang kami”. (HR. Muslim:1440)

Namun, lebih baik meninggalkannya sebagaimana sabda beliau -shollalloh alaihi wasallam-: “Azl itu pembunuhan yang samar”. (HR. Muslim, 1442).

13. Setelah malam pertama menggauli istrinya, disunnahkan pada pagi harinya untuk silaturahim mengunjungi para kerabatnya yang sebelumnya telah datang ke rumahnya, mengucapkan salam kepada mereka, mendoakan mereka, dan membalas kebaikan mereka dengan yang setimpal.

Sebagaimana diterangkan dalam hadits riwayat Anas, ia mengatakan: “Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- pernah mengadakan walimah saat malam pertama beliau menggauli Zainab. Beliau mengenyangkan kaum muslimin dengan roti dan daging, lalu keluar mengunjungi para ibunda mukminin (isteri-isteri beliau yang lain), untuk mengucapkan salam dan mendoakan mereka, sebaliknya mereka juga memberikan salam dan mendoakan beliau. Beliau melakukan hal itu, pada pagi hari setelah malam pertamanya”. (HR. Bukhori: 4794).

14. Keduanya wajib menggunakan kamar mandi yang ada di rumahnya, dan tidak boleh masuk kamar mandi umum, berdasarkan hadits Jabir, Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Barangsiapa beriman pada Alloh dan hari akhir, maka jangan memasukkan istrinya di kamar mandi umum!”. (HR. Tirmidzi: 2801, sanadnya hasan).

Juga hadits riwayat Ummu Darda’, ia mengatakan: Suatu hari, aku keluar dari kamar mandi umum, lalu Rosul -shollallohu alaihi wasallam- berpapasan denganku, beliau bertanya: “Wahai Ummu Darda’, dari mana?”. Ummu Darda’ menjawab: “Dari kamar mandi umum”. Maka beliau mengatakan: “Sungguh, demi dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, tidaklah seorang wanita menanggalkan pakaiannya di selain rumah salah satu ibunya, melainkan ia telah merusak tabir yang ada antara dia dan Tuhannya yang maha penyayang”. (HR. Ahmad, sanadnya shohih).

15. Kedua pasangan diharamkan menyebarkan rahasia kehidupan ranjangnya.

Sebagaimana sabda beliau: “Sungguh, orang yang paling buruk kedudukannya di sisi Alloh pada hari kiamat nanti, adalah orang yang membuka (aurat) istrinya dan istrinya membuka (aurat)nya, lalu ia menyebarkannya”. (HR. Muslim:1437).

Imam Nawawi mengatakan: “Hadits ini menunjukkan haramnya menyebarkan cerita hubungan suami istri, dan merinci apa yang terjadi pada istrinya, seperti ucapan, perbuatan dan semisalnya.

Adapun sekedar menyebutkan jima’ (secara global) tanpa ada manfaat dan tujuan, maka hukumnya makruh, karena itu tidak sesuai dengan muru’ah (akhlak), padahal beliau -shollallohu alaihi wasallam- telah bersabda: “Barangsiapa beriman pada Alloh dan hari akhir, maka katakanlah yang baik atau (jika tidak), maka hendaklah ia diam”.

Tapi jika ia menyebutkan hal itu, karena adanya tujuan dan manfaat, seperti mengingkari ketidak-sukaannya pada istrinya, atau istrinya menuduh suaminya impoten, atau semisalnya, maka itu tidak makruh, sebagaimana ucapan beliau -shollallohu alaihi wasallam-: “Sungguh aku akan melakukannya, aku dan istriku ini” (HR. Muslim: 350), begitu pula pertanyaan beliau kepada Abu Tholhah: “Apa malam tadi, kalian telah menjalani malam pertama?” (HR. Bukhori:5470, dan Muslim:2144), dan pesan beliau kepada Jabir: “Semangat dan semangatlah” (HR. Bukhori:2097, dan Muslim:715), wallohu a’lam. (lihat Syarah Shohih Muslm: 1437).

16. Mengadakan walimah (resepsi) wajib hukumnya setelah menjima’ istri, dengan dasar hadits Buraidah bin Hushoib, bahwa ketika Ali menikahi Fatimah, beliau mengatakan: “Pernikahan itu harus ada walimahnya”. (HR. Ahmad:22526, sanadnya la ba’sa bih). Juga sabda beliau kepada Abdur Rohman bin Auf: “Adakanlah walimah, walau hanya dengan (menyembelih) seekor kambing!”. (HR. Bukhori:2048, dan Muslim:1427).

17. Beberapa sunnah (tuntunan) dalam walimah, diantaranya:

  • Hendaknya diadakan selama tiga hari, setelah menjima’ istri. Sebagaimana diterangkan dalam hadits Anas, ia mengatakan: “Nabi -shollallohu alaihi wasallam- dulu menikahi shofiyah, beliau menjadikan anugerah kemerdekaannya sebagai maharnya, dan menjadikan walimah berlangsung tiga hari”. (HR. Abu Ya’la, sanadnya hasan)
  • Hendaknya mengundang para sholihin, baik yang kaya maupun yang miskin. Sebagaimana sabda beliau: “Janganlah berteman kecuali dengan orang mukmin, dan janganlah menyantap makananmu kecuali orang yang bertakwa!”. (HR. Abu Dawud: 4832, Tirmidzi:2395, dan yang lainnya, sanadnya hasan)
  • Hendaklah menyembelih lebih dari satu kambing jika mampu. Sebagaimana sabda beliau: “Adakanlah walimah, walau hanya dengan (menyembelih) seekor kambing!”. (HR. Bukhori:2048, dan Muslim:1427).
  • Dianjurkan dalam pengadaan walimah, agar dibantu orang kaya dan lebih harta.

Sebagaimana dijelaskan dalam hadits riwayat Anas, yang menceritakan kisah menikahnya Rosul -shollallohu alaihi wasallam- dengan Shofiyah, Anas berkata: “…Hingga ketika beliau di tengah perjalanan pulang, Ummu Sulaim mempersiapkan Shofiyah dan menyerahkannya kepada beliau pada malamnya, hingga paginya beliau berstatus arus (pengantin baru). Lalu beliau mengatakan: “Barangsiapa punya sesuatu, maka hendaklah ia bawa kemari!” (dalam riwayat lain redaksinya: “Barangsiapa punya makanan lebih, maka hendaklah dia mendatangkannya kepada kami”… Anas berkata: “Beliau pun menggelar karpet kulitnya, maka mulailah ada orang yang datang dengan keju, ada yang datang dengan kurma, ada juga yang datang dengan lemak, hingga bisa mereka jadikan hais. Kemudian mereka memakannya dan meminum air dari tadahan hujan yang ada di dekat mereka. Begitulah pelaksanaan walimahnya Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam-. (HR. Ahmad:11581, Bukhori:371, dan Muslim:1365)

  • Tidak boleh hanya mengundang yang kaya, dan tidak menyertakan yang miskin.

Sebagaimana sabda beliau: “Seburuk-buruk makanan adalah hidangan walimah yang hanya diperuntukkan bagi orang-orang kaya, sedang orang-orang miskin dilarang untuk mendatanginya” (HR. Bukhori:5177, dan Muslim:1432).

  • Wajib bagi yang diundang untuk menghadirinya.

Sebagaimana sabda beliau: “Jika salah seorang dari kalian diundang walimah, maka hendaklah ia menghadirinya!”. (HR. Bukhori:5173, dan Muslim:1429). Juga sabdanya: “Jika salah seorang dari kalian diundang, maka hendaklah ia mengharinya, baik itu acara walimah atau pun acara lainnya!”. (HR. Muslim:1429). Juga sabdanya: “Barangsiapa tidak menghadiri udangan, berarti ia telah bermaksiat kepada Alloh dan Rosul-Nya”. (HR. Bukhori:5177, dan Muslim:1432).

  • Jika yang diundang tidak puasa, maka hendaklah ia memakan hidangan yang ada. Sedang jika ia puasa, maka hendaklah ia tetap hadir dan mendoakan yang mengundangnya.

Sebagaimana sabda beliau: “Jika yang diundang itu tidak puasa, maka makanlah (hidangan yang ada)! Sedang jika ia puasa, maka berdoalah untuknya!” (HR. Abu Dawud:3736, sanadnya shohih).

  • Jika yang diundang sedang puasa sunat, ia boleh membatalkan puasanya untuk makan hidangan walimah, sebagaimana diceritakan oleh Abu Sa’id Al-Khudri: Aku pernah membuatkan hidangan untuk Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam-, lalu beliau dan para sahabatnya mendatangi undanganku. Ketika hidangan disajikan, ada salah seorang berseloroh: “Aku sedang berpuasa”. Maka Rosul -shollallohu alaihi wasallam- mengatakan: “Saudara kalian ini telah mengundang dan mengeluarkan biaya untuk kalian”, lalu beliau mengatakan padanya: “Batalkanlah puasamu, dan qodho’lah di hari lain jika kau menghendakinya!”. (HR. Al-Baihaqi di Sunan Kubro: 8622, sanadnya hasan).
  • Tidak boleh menghadiri undangan walimah, jika ada maksiatnya, kecuali bila bermaksud mengingkarinya dan berusaha menghilangkan kemaksiatan itu. Jika maksiatnya bisa hilang, (alhamdulillah), tapi bila tidak, ia harus pulang meninggalkannya.

Sebagaimana kisah sahabat Ali berikut: Aku pernah membuat makanan, lalu ku undang Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam-, beliau pun datang. Tapi ketika melihat ada gambar-gambar di rumah, beliau langsung kembali. Aku bertanya: “Wahai Rosululloh, -bapak dan ibuku kurelakan untuk menebusmu- apa yang membuatmu pulang lagi?”. Beliau menjawab: “Karena di rumah itu, ada banyak gambar, padahal para malaikat tidak sudi masuk rumah yang ada gambar-gambarnya!”. (HR. Ibnu Majah dan Abu Ya’la, sanadnya shohih).

18. Untuk yang diundang disunatkan melakukan dua hal:

  • Mendoakan orang yang mengadakan walimah, setelah selesai. Sebagaimana diceritakan oleh Abdulloh bin Busr, bahwa bapaknya pernah membuatkan makanan untuk Nabi -shollallohu alaihi wasallam- dan mengundangnya, maka beliau pun datang. Selesai makan, beliau mendoakan:

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَهُمْ فِي مَا رَزَقْتَهُمْ وَاغْفِرْ لَهُمْ وَارْحَمْهُمْ

Ya Alloh, berkahilah rizki yang kau berikan pada mereka, serta ampuni dan rahmatilah mereka. (HR. Ibnu Abi syaibah, Muslim, dan yang lainnya).

  • Mendoakan kedua mempelai dengan kebaikan dan keberkahan. Ada banyak hadits menerangkan hal ini, diantaranya:
    1. Doa beliau kepada jabir: “بَارَكَ اللهُ لَكَ” (semoga Alloh memberkahimu), atau mengatakan kepadanya “خَيْرًا” (semoga engkau diberi limpahan kebaikan). (HR. Bukhori:5367, dan Muslim:715).
    2. Doa beliau kepada Ali: “اللَّهُمَّ بَارِكْ فِيْهِمَا, وَبَارِكْ لَهُمَا فِيْ بِنَائِهِمَا” (Ya Alloh, berkahilah keduanya, dan berkahilah hubungan keduanya). (HR. Ibnu Sa’d dan Thobaroni di Mu’jam Kabir, sanadnya hasan).
    3. Doa kaum wanita Anshor kepada Aisyah: “عَلَى الْخَيْرِ وَالْبَرَكَةِ, وَعَلَى خَيْرِ طَائِرٍ” (selamat atas kebaikan, keberkahan, dan keberuntungan yang besar). (HR. Bukhori:3894, dan Muslim:1422)
    4. Dari Abu Huroiroh: bahwa Nabi -shollallohu alaihi wasallam- jika mendoakan orang yang menikah mengatakan: “بَارَكَ اللهُ لَكَ, وَبَارَكَ عَلَيْكَ, وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِيْ خَيْرٍ” (semoga Alloh memberikan keberkahan padamu, menurunkannya atasmu, dan mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan). (HR. Abu Dawud:2130, Tirmidzi:1091 dan yang lainnya, sanadnya shohih sesuai kriteria Imam Muslim)

19. Boleh bagi pengantin wanita melayani tamu laki-laki, jika tidak menimbulkan fitnah dan mengenakan hijab syar’i.

Sebagaimana hadits Sahl bin Sa’d, ia mengatakan: Ketika Abu Usaid telah mengumpuli istrinya, ia mengundang Nabi -shollallohu alaihi wasallam- dan para sahabatnya, maka tidak ada yang membuat dan menyodorkan hidangan, melainkan istrinya, Ummu Usaid… Pada hari itu, istrinya -yang pengantin baru itulah- yang melayani tamu laki-laki. (HR. Bukhori:5176, dan Muslim:2006).

20. Boleh juga mengijinkan para wanita untuk mengumumkan pernikahan dengan menabuh duff (rebana) saja, dan melantunkan nyanyian yang dibolehkan (asal baitnya tidak bercerita kecantikan dan kata-kata kotor).

Rubayyi’ binti Mu’awwidz mengatakan: Nabi -shollallohu alaihi wasallam- pernah menemuiku di pagi hari malam pertamaku, lalu beliau duduk di atas ranjangku seperti posisimu denganku (sekarang ini), di saat itu ada banyak anak kecil wanita menabuh duff, mengenang bapak-bapak mereka yang gugur di perang badr, hingga salah seorang anak wanita itu ada yang mengatakan: “Di sisi kita ada Nabi yang tahu hari esok”. Maka Nabi -shollallohu alaihi wasallam- menegurnya: “Jangan berkata seperti itu, tapi katakanlah apa yang kau ucapkan sebelumnya”. (HR. Bukhori:4001)

21. Hendaklah berusaha meninggalkan hal yang dilarang syariat, terutama ketika acara pernikahan, misalnya:

  • Memajang gambar yang bernyawa di dinding.

Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Sungguh, rumah yang ada gambarnya tidak dimasuki para malaikat “. (HR. Bukhori: 2105, dan Muslim: 2107)

Aisyah mengatakan: Rosul -shollallohu alaihi wasallam- pernah masuk menemuiku, saat itu aku menutupi lemari kecil dengan kain tipis yang bergambar, [dalam riwayat lain redaksinya: "yang bergambar kuda bersayap"]. Melihat itu, beliau langsung merobeknya, dan berubah raut wajahnya. Beliau mengatakan: “Sesungguhnya orang yang paling pedih adzabnya di hari kiamat adalah, mereka yang menyaingi ciptaan Alloh” Aisyah mengatakan: Akhirnya kain itu ku potong dan kujadikan satu atau dua bantal. (HR. Bukhori: 5954, dan Muslim: 2107).

Untuk mengetahui lebih banyak hadits tentang larangan melukis obyek bernyawa, silahkan merujuk ke artikel kami di link berikut: http://addariny.wordpress.com/2009/06/30/651/

  • Syeikh Albani berpendapat haramnya menutup dinding rumah dengan kain, meski bukan dengan sutra, karena itu termasuk isrof dan hiasan yang tidak sesuai syariat. Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda:

إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَأْمُرْنَا أَنْ نَكْسُوَ الْحِجَارَةَ وَالطِّينَ

Sesungguhnya Alloh tidak menyuruh kita untuk menutupi batu dan tanah. (HR. Muslim: 2106)

Imam Nawawi mengatakan: “Para ulama memakai hadits itu sebagai dalil larangan menutup dinding dan lantai dengan kain, larangan itu adalah karohah tanzih, bukan larangan yang mengharamkan, dan inilah pendapat yang benar. Sedang Syeikh Abul Fath Nashr Al-Maqdisi dari sahabat kami (madzhab syafi’i) berpendapat haramnya hal itu. Tapi, dalam hadits ini tidak ada yang menunjukkan keharamannya, karena hakekat lafalnya: “Alloh tidak menyuruh kita melakukan itu”, ini berarti bahwa hal itu tidak wajib dan tidak sunat, dan tidak menunjukkan pengharaman sesuatu, wallohu a’lam. (Syarah Shohih Muslim, hadits no: 2106)

  • Mencabut alis dan lainnya, karena Rosul -shollallohu alaihi wasallam- telah melaknat orang yang berbuat demikian. (HR. Bukhori: 4886, dan Muslim: 2125)
  • Mewarnai kuku dengan cat (sehingga menutupi jalannya air wudhu). Adapun sunnahnya adalah mewarnainya dengan hinna’.
  • Memanjangkan kuku, karena itu bertentangan dengan fitrah. Rosul bersabda: “Lima hal termasuk fitrah: “Khitan, mengerik bulu kemaluan, mencukur kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak” (HR. Bukhori: 5889, dan Muslim: 257).

Rosululloh juga melarang kita membiarkannya lebih dari 40 malam, sebagaimana perkataan Anas bin Malik:

وُقِّتَ لَنَا فِي قَصِّ الشَّارِبِ وَتَقْلِيمِ الْأَظْفَارِ وَنَتْفِ الْإِبِطِ وَحَلْقِ الْعَانَةِ أَنْ لَا نَتْرُكَ أَكْثَرَ مِنْ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً

Kami diberi batasan waktu untuk: Menyukur kumis, memotong kuku, mencabuti ketiak, dan mengerik bulu sekitar kemaluan, (yakni) agar kami tak membiarkannya lebih dari 40 malam. (HR. Muslim: 258)

  • Mencukur jenggot, karena memelihara jenggot itu wajib hukumnya, sebagaimana sabda beliau: Cukur-tipislah kumis dan panjangkanlah jenggot, selisilah kaum majusi!. (HR. Muslim: 260)
  • Mempelai pria mengenakan cincin tunangan dari emas. Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda:

حُرِّمَ لِبَاسُ الْحَرِيرِ وَالذَّهَبِ عَلَى ذُكُورِ أُمَّتِي وَأُحِلَّ لِإِنَاثِهِمْ

Pakaian sutra dan emas diharamkan untuk umatku yang laki-laki, dan dihalalkan untuk mereka yang wanita. (HR. Tirmidzi: 1720, dishohihkan oleh Albani)

22. Wajib hukumnya memperlakukan istri dengan baik, dan menuntunnya kepada hal-hal yang halal, khususnya bila istrinya masih muda.

Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Sebaik-baik kalian, adalah yang paling baik terhadap istrinya, dan aku adalah orang yang paling baik diantara kalian terhadap istriku” (HR. Tirmidzi: 3895, dishohihkan Albani)

Beliau juga bersabda: “Berilah nasehat baik pada wanita (istri), karena mereka itu tawananmu”. (HR. Tirmidzi: 1163, Ibnu Majah: 1851, dan yang lainnya. Dihasankan oleh Albani)

Beliau juga bersabda: “Janganlah lelaki mukmin membenci wanita mukminah (istrinya), karena jika dia benci salah satu tabiatnya, pasti ada hal lain yang ia suka” (HR. Muslim: 1469).

Aisyah mengisahkan: Suatu hari Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- pulang dari perang tabuk atau perang khoibar. (Saat itu) lemari kecil Aisyah tertutup tirai, lalu berhembuslah angin, yang menyingkap tirai itu, sehingga terlihatlah banyak mainan boneka wanita milik Aisyah. Beliau bertanya: “Apa ini, wahai Aisyah?”, ia menjawab: “Anak-anak perempuanku”. Diantara mainannya itu beliau juga melihat ada boneka kuda bersayap dua yang terbuat dari kain, lalu mengatakan: “Kalau yang di tengah ini apa?”, ia menjawab: “itu kuda”, beliau menimpali: “terus apa yang diatasnya?”, ia menjawab: “dua sayapnya”, beliau mengatakan: “kuda mempunyai dua sayap?”, ia menjawab: “bukankah engkau pernah mendengar bahwa Nabi Sulaiman memiliki kuda bersayap?!”. (Mendengar itu) beliau langsung tersenyum hingga kulihat gigi-gigi gerahamnya. (HR. Abu Dawud: 4932 dan yang lainnya, sanadnya hasan).

23. Sebaiknya suami membantu pekerjaan rumah istrinya, bila ada waktu senggang dan tidak sedang lelah. Sebagaimana disebutkan Aisyah: “Dahulu beliau -shollallohu alaihi wasallam- biasa membantu istrinya, dan beliau pergi untuk sholat bila tiba waktunya”. (HR. Bukhori: 676). Aisyah juga mengatakan: “Beliau itu manusia seperti yang lainnya, mencuci pakaiannya, memerah kambingnya, dan membantu istrinya”. (HR. Ahmad: 25662, sanadnya kuat)

24. Pesan-pesan untuk kedua mempelai:

  • Hendaklah keduanya ta’at kepada Alloh dan saling mengingatkan untuk itu. Hendaklah keduanya menjalankan syariat-Nya yang tetap dalam Qur’an dan Sunnah, dan tidak meninggalkannya hanya karena taklid, atau adat masyarakat, atau madzhab tertentu, Alloh berfirman:

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا

Dan tidaklah pantas bagi mukmin dan mukminah, apabila Alloh dan Rosul-Nya telah menetapkan suatu hukum dalam urusan mereka, untuk memilih (pilihan lainnya), karena barangsiapa mendurhakai Alloh dan Rosul-Nya, sungguh ia telah tersesat dengan kesesatan yang nyata. (Al-Ahzab: 36).

  • Hendaklah keduanya menjaga hak dan kewajiban masing-masing. Maka janganlah istri menuntut suaminya hak yang sama dalam segala hal! Sebaliknya, janganlah suami memanfaatkan harta dan posisinya sebagai kepala rumah tangga, untuk mendholimi istrinya, seperti memukulnya tanpa ada sebab syar’i. Alloh azza wajall berfirman:

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Para istri itu memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut, dan para suami itu memiliki kelebihan di atas mereka. Dan Alloh adalah maha perkasa lagi maha bijaksana. (Al-Baqoroh: 228)

Mu’awiyah bin Haidah bertanya: “Wahai Rosululloh, apa hak istri atas suaminya?” Beliau menjawab: “Yaitu, memberinya makan dan sandang jika memintanya, tidak mengatakan ‘Qobbahakilloh’ (semoga Alloh menjadikanmu buruk), tidak memukul wajahnya, [tidak mendiamkannya kecuali di dalam rumahnya]“. (HR. Abu Dawud: 2142, dan Ahmad: 19541).

Rosul juga bersabda: “Orang yang adil akan menduduki singgasana dari cahaya diatas tangan kanan Alloh yang maha penyayang, dan kedua tangan-Nya itu kanan, yaitu mereka yang adil dalam mengatur kekuasaannya, keluarganya, dan tanggung jawab yang serahkan padanya. (HR. Muslim: 1827).

Bila keduanya tahu hal ini dan menerapkannya dengan baik, niscaya Alloh akan menjadikan hidup keduanya baik, tentram, bahagia. Alloh berfirman:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Barangsiapa melakukan kebajikan dalam keimanan, baik laki-laki maupun perempuan, pasti Kami berikan padanya kehidupan yang baik, dan Kami pasti membalas mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (An-Nahl: 97)

25. Sabda Nabi -shollallohu alaihi wasallam- khusus untuk sang istri:

إذا صلت المرأة خمسها وحصنت فرجها وأطاعت بعلها دخلت من أي أبواب الجنة شاءت

Bila perempuan mendirikan sholatnya, menjaga kehormatannya, dan mentaati suaminya, ia pasti masuk surga dari pintu manapun ia kehendaki. (HR. Thobaroni, sanadnya hasan)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ

Abu Hurairoh mengatakan: Rosululloh pernah ditanya: “Siapa wanita yang paling baik?”, beliau menjawab: “Yaitu wanita yang menyenangkan bila suaminya memandangnya, mentaati bila diperintah, dan ia tidak menyelisihi suaminya karena sesuatu yang dibencinya, baik dengan diri maupun hartanya” (HR. Nasa’i: 3231 dan yang lainnya, dishohihkan oleh Albani)

قَالَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ

Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Seluruh dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita yang sholihah”. (HR. Muslim: 1467)

عَنِ الْحُصَيْنِ بْنِ مِحْصَنٍ، أَنَّ عَمَّةً لَهُ أَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَاجَةٍ، فَفَرَغَتْ مِنْ حَاجَتِهَا، فَقَالَ لَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَذَاتُ زَوْجٍ أَنْتِ؟ قَالَتْ: نَعَمْ. قَالَ: كَيْفَ أَنْتِ لَهُ؟ قَالَتْ: مَا آلُوهُ إِلَّا مَا عَجَزْتُ عَنْهُ. قَالَ: فَانْظُرِي أَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ فَإِنَّمَا هُوَ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ

Dari Hushoin bin Mihshon: bahwa bibinya pernah menemui Rosululloh shollallohu alaihi wasallam- karena suatu keperluan, setelah selesai beliau bertanya: “Apa anda bersuami?”. “Ya”, jawabku. “Bagaimana sikapmu terhadapnya?” tanya beliau. “Aku bersungguh-sungguh di dalam (menaati dan melayani)-nya, kecuali pada hal yang tidak ku mampui”, jawabku. Maka beliau mengatakan: “Lihatlah bagaimana hubunganmu dengannya! karena suamimu itu surga dan nerakamu”. (HR. Ahmad: 18524 dan yang lainnya, sanadnya shohih)

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَصُمْ الْمَرْأَةُ وَبَعْلُهَا شَاهِدٌ إِلَّا بِإِذْنِهِ وَلَا تَأْذَنْ فِي بَيْتِهِ وَهُوَ شَاهِدٌ إِلَّا بِإِذْنِهِ

Janganlah istri berpuasa selain Romadhon saat suaminya bersamanya, kecuali dengan izinnya. Istri juga tidak boleh mengijinkan orang lain masuk rumah, kecuali dengan izin suaminya. (HR. Muslim: 1026)

إذا دعا الرجل امرأته إلى فراشه فلم تأته فبات غضبان عليها لعنتها الملائكة حتى تصبح [وفي رواية : حتى ترجع] [وفي أخرى: حتى يرضى عنها]ـ

Jika suami mengajak istrinya ke ranjang, tapi ia tidak menurutinya hingga suaminya marah, maka para malaikat melaknatnya “hingga pagi tiba (HR. Bukhori: 3237, dan Muslim: 1436)… [dalam riwayat lain: "hingga ia kembali (menurutinya)"] (HR. Bukhori: 5194, dan Muslim: 1436)… [dalam riwayat lain: "hingga si suami merelakannya"] (HR. Muslim: 1736).

لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا

Seandainya aku boleh menyuruh seseorang untuk sujud kepada orang lain, tentu aku sudah menyuruh istri untuk sujud kepada suaminya. (HR. Abu Dawud: 2140, Tirmidzi: 1159, Ibnu Majah: 1853, Ahmad: 18913, dan yang lainnya, dishohihkan Albani)

وَلَا تُؤَدِّي الْمَرْأَةُ حَقَّ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهَا كُلَّهُ حَتَّى تُؤَدِّيَ حَقَّ زَوْجِهَا عَلَيْهَا كُلَّهُ، حَتَّى لَوْ سَأَلَهَا نَفْسَهَا وَهِيَ عَلَى ظَهْرِ قَتَبٍ لَأَعْطَتْهُ إِيَّاهُ

Dan seorang istri tidak akan memenuhi hak Alloh atasnya dengan sempurna, hingga ia memenuhi hak suaminya dengan sempurna, hingga seandainya si suami meminta dirinya saat di pelana, maka ia tidak menolak ajakannya. (HR. Ahmad: 18913, dan yang lainnya, dishohihkan Albani)

لا تؤذي امرأة زوجها في الدنيا إلا قالت زوجته من الحور العين: لا تؤذيه قاتلك الله فإنما هو عندك دخيل يوشك أن يفارقك إلينا

Tidaklah seorang istri menyakiti suaminya ketika di dunia, kecuali istrinya dari kalangan bidadari mengatakan padanya: “Janganlah engkau menyakitinya, qootalakillah, karena suamimu itu sebenarnya tamu, yang sebentar lagi meninggalkanmu untuk menemui kami”. (HR. Ahmad: 21596, Tirmidzi: 1174, dan Ibnu Majah: 2014, dishohihkan Albani)

Alhamdulillah… selesai sudah ringkasan ini… semoga bermanfaat bagi para pembaca… dan kurang lebihnya kami mohon maaf… wassalam…

Oleh: Addariny, di Madinah, 8 Romadhon 1430 / 29 Agustus 2009

dari www.salafiyunpad.wordpress.com

19 September 2009

Ku tunggu pinanganmu......

Sabar dalam penantian

Merindukan pendamping hidup adalah fitrah setiap insan. Wanita, sebagai makhluk Alloh yang cenderung ingin diayomi atau dilindungi, tentu wajar berharap pula akan kehadiran seorang ikhwan dalam hidupnya. Dan saat menanti adalah ujian berat bagi seorang gadis. Sebagai bunga yang sedang mekar atau yang mungkin telah mekar sekian lama, seringkali ia terlena dengan tawaran manis si kumbang yang datang mempesonanya. Sayang, kebanyakan kumbang–kumbang itu sekedar ingin menggoda saja. Malah ada pula yang sekedar ingin menghisap madunya tanpa mau bertanggung jawab. Na’udzubillah! Begitulah fakta di masa kini. Realita fitnah syahwat yang terjadi di mana–mana hingga banyak wanita kehilangan kehormatannya. Karena itu, setiap gadis muslimah hendaknya pandai–pandai menjaga diri dan selalu berhati–hati, jangan sampai tertipu. Lalu, apa yang sebaiknya dilakukan oleh seorang gadis muslimah dalam penantian?

a. Memperbanyak amal ibadah

Seorang muslimah dalam masa penantian hendaknya semakin mendekatkan diri kepada Alloh. Pendekatan diri kepada Alloh dengan memperbanyak amal ibadah, khususnya ibadah sunnah. Karena ia bisa menjadi perisai diri dari berbagai godaan.

b. Do’a dan tawakal

Rezeki, maut, termasuk jodoh manusia sudah diatur oleh Alloh, dan Dia maha mengetahui yang terbaik bagi hambaNya, yang bisa kita lakukan adalah berikhtiar dan berdoa, kemudian bertawakal kepadaNya. Hanya kepada Alloh kita berserah diri dan mohon pertolongan. Berdoalah agar segera dikaruniai jodoh yang shalih, yang baik agamanya, dan bisa membawa kebahagiaan bagi kita di dunia dan akhirat. Yakinlah Alloh akan memberikan yang terbaik. Bukankah Dia akan mengikuti persangkaan hambaNya? Karena itu jangan pernah berburuk sangka terhadap Alloh.

c. Mempersiapkan diri, membekali diri dengan ilmu

Bekali diri dengan ilmu, khususnya ilmu agama, terutama yang berkaitan dengan kerumah tanggaan. Lalu, bekali diri dengan keterampilan berumah tangga. Seorang suami tentu saja akan senang bila istrinya terampil dan cekatan. Terakhir, persiapkan diri menjadi istri shalihah dan sebaik–baik perhiasan bagi suami. Jangan lupa untuk merawat diri agar selalu tampil cantik dan segar. Tapi ingat, kecantikan itu tidak untuk diumbar sembarangan, persembahkan hanya untuk suami tercinta kelak.

Kepada para ikhwan

Bagi para ikhwan, ketahuilah sesungguhnya telah banyak akhwat yang siap. Mereka menunggu pinanganmu. Mereka menunggu keberanianmu. Tunggu apalagi jika engkau pun sudah siap menikah dan merindukan seorang istri? Ayolah, jangan ikhlaskan wanita–wanita shalihah itu dinikahkan dengan laki – laki yang tak baik agamanya. Ingat bahwa Alloh akan menolong seorang pemuda yang berniat menikah demi menyelamatkan agamanya. Karena itu, bersegeralah mencari pendamping yang bisa membantumu bertaqwa kepada Alloh.

Sumber: Majalah nikah Vol.4, no.11 Februari 2006 Muharam 1427 dan http://media-ilmu.com/?p=37

26 Agustus 2009

Crispy Spicy Wicked Wing

Oleh: Ummu Raihanah

Ingin kasih jajanan spesial buat keluarga? Tapi ga mau banyak keluarkan anggaran belanja? Kenapa tidak coba resep yang satu ini, insya Allah ga kalah dengan sayap ayam khas ala restoran cepat saji. Walau tanpa menggunakan putih telur rasanya tetap oke. Mungkin bahannya agak rumit dan di butuhkan sedikit kesabaran akan tetapi bila melihat anggota keluarga menghabiskan “Spicy wicked wing” ini dalam hitungan menit rasanya hilang sudah lelah kita di dapur. Hm,..siapa yang tidak tahan untuk tidak mencobanya…

Bahan:

  • 1kg sayap ayam potong dua
  • 2 sdm bawang putih yang telah di ulek halus ( garlic paste)
  • 1 sdm jahe yang telah di ulek halus (ginger paste)
  • 3/4 cup yogurt
  • 1 sdm garam (bagi yang tidak suka asin bisa di kurangi porsinya)
  • ¼ cup cuka atau air jeruk lemon
  • 1 sdm penyedap rasa ayam (bagi yang suka)
  • 1 sdt bubuk lada
  • 1 sdt cabai bubuk (buat yang suka pedas bisa di tambah porsinya)
  • 1 sdm bumbu kari
  • 1 sdt daun oregano bubuk (kalau tidak ada bisa di hilangkan- optional)
  • 100 gr tepung sagu
  • 150 gr tepung beras
  • 100 gr Self Rasing flour (bisa dig anti dengan 100 gr tepung terigu campur dengan 1 sdt baking powder)
  • Minyak goreng untuk menggoreng ayam

Cara Membuat:

  1. Campur yogurt dengan bawang putih, jahe,garam,penyedap rasa,bumbu kari,lada, cabai bubuk, oregano, dan cuka (air perasan jeruk nipis/lemon) dalam wadah besar. Aduk rata sisihkan.
  2. Potong ayam menjadi 2 bagian kemudian masukkan dalam bumbu perendam. Remas-remas pastikan semua potongan ayam tercampur dan teruleni rata dengan bumbu. Masukkan dalam kulkas selama 6 jam atau semalaman ( biasanya bila semalaman di kulkas bumbu akan meresap dengan baik).
  3. Panaskan minyak, campur semua jenis tepung dalam satu adonan kemudian tambahkan lagi di dalam adonan tepung 1 sdm bumbu kari+1 sdt lada aduk rata kemudian ayak.
  4. Masukkan satu persatu potongan sayap ayam dalam tepung berbumbu, dengan cara dicubit-cubit dengan demikian banyak tepung yang menempel dalam ayam berbumbu ini.Sisihkan dalam piring besar.
  5. Bila tepung berbumbu mulai menggumpal ayak kembali tepung berbumbu dalam wadah lain dan singkirkan gumpalan-gumpalan tepung yang berada dalam ayakan sisihkan.
  6. Dengan di ayaknya kembali tepung berbumbu akan membuat tepung seperti sedia kala sehingga ketika ukhti membalurnya kembali akan menutupi daging ayam dengan sempurna. Ulangi ayak bila ukhti menemukan tepung berbumbu mulai bergumpal kembali.
  7. Goreng ayam dalam minyak banyak yang panas dan api sedang jangan terlalu besar karena akan membuat ayam gosong dan bagian dalamnya tidak matang.Goreng hingga ayam berwarna kuning keemasan. Sajikan dengan sambal botolan dan saus tomat.

Tambahan Tips:

  1. Buat yang di luar negeri biasanya di toko india/Pakistan ada bumbu paket Tandoori Chicken atau Chicken Tika untuk variasi bumbu kari bisa diganti dengan bumbu paket ini dengan ukuran yang sama yaitu 1 sdm dan taburkan 1 sdm pula pada adonan tepung sebagai pengganti bumbu kari.
  2. Sisa tepung yang bergumpal bisa di goreng hasilnya mungkin akan sama seperti taburan dalam indomie goreng “kriuk” lumayan untuk di jadikan cemilan daripada di buang jadi mubazir.
  3. Apabila masih ada sisa tepung berbumbu ayak sekali lagi pastikan hanya tepung halus yang tersisa masukkan dalam kantong plastik simpan dalam freezer bisa dipakai kapan saja ukhti membutuhkan untuk membalut rendaman ayam di lain waktu.Tepung yang di masukkan dalam freezer akan tetap segar dan tidak bau insya Allah.
  4. Apabila ukhti tidak menyukai sayap ayam bisa diganti dengan ayam biasa yang di potong-potong sewaktu merendam potongan ayam tusuk-tusuk dengan garpu potongan ayam tersebut dan kerat-kerat bagian paha ayam selain bumbu mudah meresap ketika di goreng bagian dalam paha ayam akan matang insya Allah, jadi tidak ada lagi bagian yang merah atau belum tergoreng dengan sempurna.

Selamat mencoba!

Puding Kurma Spesial

oleh:Ummu Raihanah

puding

Lembut dan legit,… rasanya hampir mirip mud cake tambah mantap dinikmati bersama siraman saus puding diatasnya.Terlebih di bulan ramadhan tak sulit mencari buah kurma, maka membuat puding kurma spesial ini bisa menjadi pilihan untuk keluarga tercinta. Tak ada salahnya di coba siapa tahu menjadi resep favorit keluarga anda nantinya.

Bahan :

- 4 butir telur, pecahkan dalam mangkuk kocok sebentar dengan

garpu.

- 2 cangkir kurma yang telah dicincang (di potong halus)

- 2 cangkir air

- 2 sendok teh baking soda (bicarbonate soda)

- 180 gr mentega/margarine

- 1 cangkir brown sugar

- 1 cangkir Self raising flour (tepung terigu yang telah di campur

dengan baking powder)

- ½ sdt vanilla bubuk

Bahan Saus Puding :

- 2 cangkir brown sugar

- 2 cangkir cream

- 180 gr mentega/margarine

- ½ sdt vanilla bubuk

Cara Membuatnya :

  1. Masak kurma cincang dalam 2 cangkir air dalam api sedang dan 2 sendok teh baking soda (bicarbonate soda) hingga kurma menjadi halus dan lembut. Bila kurma telah berwarna hitam pekat dan halus teksturnya (menjadi seperti bubur) kecilkan apinya tunggu hingga kurma tidak mengandung air lagi. Sisihkan dan dinginkan.
  2. Kocok dengan mikser brown sugar dan mentega hingga menjadi lembut masukkan telur sedikit demi sedikit. Mikser hingga tercampur rata.
  3. Tambahkan adonan kurma yang telah dingin aduk dengan mikser (dengan kecepatan rendah) secara perlahan-lahan dan sedikit-demi sedikit hingga kurma tercampur rata.
  4. Terakhir masukkan tepung terigu aduk dengan mikser kecepatan rendah tambahkan vanilla bubuk aduk hingga tercampur rata.
  5. Tuang adonan puding kurma dalam Loyang bundar dengan diameter 20cm tinggi 7cm(20cmx7cm), panggang dalam oven suhu 150 derajat celcius selama kurang lebih 45 menit atau hingga matang.Biasanya adonan puding kurma ini agak encer dari adonan kue karena itu proses memanggangnya agak lama.
  6. Selama memanggang kue ukhti bisa membuat saus puding yaitu masukkan gula dan mentega dan cream dalam panci dengan api kecil. Aduk-aduk hingga adonan saus tercampur rata dan gula larut setelah agak mendidih (jangan sampai mendidih sekali karena akan membuat kream berbutir-butir tidak licin) angkat dan dinginkan.
  7. Setelah puding dingin potong-potong. Letakkan satu potong puding dalam piring kecil siram dengan saus puding. Siap dinikmati. Selamat mencoba.

Tambahan :

  1. Puding ini enak juga di makan tanpa saus dapat di makan sebagaimana cake biasa karena itu biasanya penulis hanya membuat setengah resep saus.
  2. Bila ukhti kesulitan menemukan self raising flour di supermarket maka ukhti bisa membuat sendiri dengan resep 1 cangkir tepung terigu campur dengan 1 ¼ sendok teh baking powder dan sejumput garam. Ayak rata ketiga bahan tadi insya Allah bisa menjadi alternatif pengganti self raising flour.
  3. Bila tidak ada Loyang bundar maka Loyang apa saja bisa di gunakan asalkan ukhti bisa mengetahui ukuran loyang yang pas untuk adonan diatas. Lama pemanggangan mungkin bisa berbeda tergantung dari tipe oven yang di pakai jadi tidak mutlak 45 menit.
Dikutip dari jilbab-online

Buatlah Bunda Tertawa

Oleh Al Ustadz Abu Umar Basyir Al Maidaniy

Saat kita masih dalam buaian, dengan bersimbah keringat dan badan pegal-pegal, ibu bisa berjam-jam menggendong kita hanya agar jerit tangis terhenti, agar membias senyuman indah di bibir kita. Kala itu, rasa pegal-pegal di bagian punggungnya atau rasa sakit di pinggang dan lehernya, sudah tidak dirasakan lagi. Senyuman kita, bagi seorang ibu, adalah hadiah mahal yang mau dia bayar dengan apapun juga.

Jagalah Lisan disaat Puasa

Penulis Uwais Ar Razi

Seyogyanya setiap muslim memperhatikan puasanya, menjauhkan diri dari hal-hal yang diharamkan dan membatalkan puasa. Sebab betapa banyak orang yang berpuasa, tetapi ia tidak mendapatkan kecuali lapar dan dahaga belaka. Betapa banyak orang yang sholat, tetapi ia tidak mendapatkan kecuali bergadang dan payah saja.

Rasulullah saw bersabda: "Barang siapa tidak meninggalkan ucapan dan perbuatan dusta maka Allah tidak butuh terhadap puasanya dari makan dan minum."(HR.Al-Bukhari).

Allah berfirman :

“Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu sekalian kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki amalan-amalanmu dan mengampuni dosa-dosamu. Barangsiapa mentaati Allah dan RasulNya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenengan yang besar” [Al-Ahzab : 70-71]

Allah juga berfirman.

“Artinya : Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk disebelah kanan dan yang lain duduk disebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadirs” [Qaf : 16-18]

Dala kitab Shahih Muslim hadits no. 2589 disebutkan

“Artinya : Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya kepada para sahabat, “Tahukah kalian apa itu ghibah ?” Para sahabat menjawab, “Allah dan RasulNya yang lebih mengetahui. “Beliau berkata, “Ghibah ialah engkau menceritakan hal-hal tentang saudaramu yang tidak dia suka” Ada yang menyahut, “Bagaimana apabila yang saya bicarakan itu benar-benar ada padanya?” Beliau menjawab, “Bila demikian itu berarti kamu telah melakukan ghibah terhadapnya, sedangkan bila apa yang kamu katakan itu tidak ada padanya, berarti kamu telah berdusta atas dirinya”

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Sesungguhnya Allah meridhai kalian pada tiga perkara dan membenci kalian pada tiga pula. Allah meridhai kalian bila kalian hanya menyembah Allah semata dan tidak mempersekutukannya serta berpegang teguh pada tali (agama) Allah seluruhnya dan janganlah kalian berpecah belah. Dan Allah membenci kalian bila kalian suka qila wa qala (berkata tanpa berdasar), banyak bertanya (yang tidak berfaedah) serta menyia-nyiakan harta”
Diriwayatkan oleh Muslim hadits no. 1715

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam kitab Shahihnya hadits no. 6474 dari Sahl bin Sa’id bahwa Rasulullah bersabda.

“Artinya : Barangsiapa bisa memberikan jaminan kepadaku (untuk menjaga) apa yang ada di antara dua janggutnya dan dua kakinya, maka kuberikan kepadanya jaminan masuk surga”


Al-Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dalam kitab Shahihnya no. 6477 dan Muslim dalam kitab Shahihnya no. 2988 [3] dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda.

“Artinya : Sesungguhnya seorang hamba yang mengucapkan suatu perkataan yang tidak dipikirkan apa dampak-dampaknya akan membuatnya terjerumus ke dalam neraka yang dalamnya lebih jauh dari jarak timur dengan barat”

Muslim meriwayatkan sebuah hadits dalam kitab Shahihnya no. 2581 dari Abu Hurairah Rasulullah bersabda.

“Artinya : Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut ? Para sahabat pun menjawab, ‘Orang yang bangkrut adalah orang yang tidak memiliki uang dirham maupun harta benda. ‘Beliau menimpali, ‘Sesungguhnya orang yang bangkrut di kalangan umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa dan zakat, akan tetapi, ia juga datang membawa dosa berupa perbuatan mencela, menuduh, memakan harta, menumpahkan darah dan memukul orang lain. Kelak kebaikan-kebaikannya akan diberikan kepada orang yang terzalimi. Apabila amalan kebaikannya sudah habis diberikan sementara belum selesai pembalasan tindak kezalimannya, maka diambillah dosa-dosa yang terzalimi itu, lalu diberikan kepadanya. Kemudian dia pun dicampakkan ke dalam neraka”.

Semoga kita dapat menjaga lisan kita..
dan semoga kita ter masuk orang2 yang beruntung yaitu orang2 yang di masukkan ke surga..Amiin


Judul asli: SUNGGUH INI PENTING SAUDARAKU..JAGALAH LISAN..JAGALAH LISAN..!!?